Jakarta (ANTARA) - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menilai Richard Joost Lino atau RJ Lino dipilih sebagai Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) karena profesional di bidangnya.

"Jadi pertimbangan Pak Lino diangkat, saya cari profesional. Saya sudah wawancara beberapa orang tapi kemudian saya belum puas. Ada seseorang mengatakan orang Indonesia menjadi dirut perusahaan pelabuhan di China, dia katanya bekas orang Pelindo, namanya RJ Lino, 'Oh dia tahu dengan Pak Lino', saya tanya punya nomornya tidak? Lalu saya telepon," kata Sofyan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Sofyan menjadi saksi meringankan untuk terdakwa RJ Lino yang didakwa merugikan keuangan negara senilai 1.997.740,23 dolar AS karena melakukan intervensi dalam pengadaan 3 unit Quayside Container Crane (QCC) tahun 2010 di pelabuhan Panjang (Lampung), Pontianak (Kalimantan Barat) dan Palembang (Sumatera Selatan).

Sofyan Djalil adalah Menteri BUMN periode 2007-2009 sementara RJ Lino menjabat sebagai Dirut Pelindo II pada 2009-2015.

"Kebetulan Pak Lino sedang ada di Jakarta, saya katakan 'Anda datang ke tempat saya, saya wawancara Anda untuk jadi Dirut Pelindo II. Beliau datang, waktu wawancara itu ngomongnya banyak sekali sampai saya sampaikan, 'Apa anda terlalu pintar atau saya terlalu bodoh? Karena apa yang dia omongkan itu di luar kompetensi saya pemahamannya walau pun saya pernah jadi komisaris Pelindo III, jadi tahu sedikit tentang pelabuhan," ungkap Sofyan.

Sofyan mengaku saat itu tidak bisa menilai apakah RJ Lino "terlalu pintar" atau Sofyan yang "terlalu bodoh" maka ia pun menawarkan agar RJ Lino mengikuti "fit and proper test" dengan komunitas pelabuhan.

"Akhirnya saya undang seluruh direksi Pelindo, seluruh komisaris Pelindo, perusahaan pelayaran, menteri perhubungan, dirjen perhubungan laut datang ke lantai 16 Kementerian BUMN, untuk 'fit and proper test' beliau, dia presentasi," jelas Sofyan.

Namun, terkait pengadaan 3 unit Quayside Container Crane (QCC) pada 2010, Sofyan mengaku tidak tahu secara spesifik.

Baca juga: Jaksa KPK jawab keberatan RJ Lino soal dakwaan masuk ranah perdata

Baca juga: RJ Lino didakwa rugikan negara 1,99 juta dolar AS


"Waktu itu Pelindo II dalam keadaan kritis terjadi misalnya 'demurrage', di Pontianak, di Palembang, di Jakarta sudah berkali-kali ditender untuk 'crane' tidak jalan, jadi pertama begitu Pak Lino diangkat sebagai salah satu tugasnya adalah mengatasi 'bottle neck'," ungkap Sofyan.

"Demurrage" adalah pengenaan biaya tambahan dari perusahaan pelayaran terhadap penambahan waktu pemakaian peti kemas.

"Karena 'bottle neck' banyak sekali, jadi salah satu reformasi yang dilakukan oleh Pak Lino saat di Pelindo adalah membereskan 'crane' dan juga tentang pengelolaan pelabuhan. Itu adalah tugas yang saya ingat waktu saya angkat beliau," tambah Sofyan.

Sofyan juga menyebut bahwa pada saat keadaan mendesak, pengadaan di BUMN dapat dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung.

"Karena ada keadaan yang mendesak, 'critical asset' itu bisa ditunjuk langsung, jadi kalau sudah berkali-kali penunjukan oleh tender, tapi tender belum tentu yang terbaik boleh ditunjuk langsung, kalau gagal tendernya," ucap Sofyan.

Dalam dakwaan disebutkan PT Pelindo II membutuhkan "container crane" dan setelah beberapa kali dilakukan pelelangan akan tetapi mengalami kegagalan sehingga pada April 2009, PT Pelindo II kembali melakukan pelelangan.

Setelah dilakukan pelelangan tidak ada peserta yang dapat memenuhi persyaratan sehingga pelelangan gagal sehingga PT. Pelindo II melakukan pelelangan ulang dan juga penunjukan langsung kepada PT Barata Indonesia.

RJ Lino kemudian memerintahkan Ferialdy Noerlan selaku Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II agar mendampingi perwakilan Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM) yang merupakan perusahaan pembuat "crane" untuk melakukan survei.

Kontrak ditandatangani pada 30 Maret 2010 dengan nilai 17.165.386 dolar AS selama 11 bulan garansi 1 tahun dan untuk pemeliharaan selama 5 tahun sebesar 1.611.386 dolar AS.

Walaupun pengadaan dan pemeliharaannya dilakukan tidak mengikuti prosedur, Pelindo II tetap membayar HDHM sebesar 15.165.150 dolar AS untuk pengadaan dan pemeliharaan sebesar 1.142.842,61 dolar AS yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar 1.997.740,23 dolar AS.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021