Melalui kebijakan tersebut, pelanggaran area penangkapan yang dapat memicu konflik sosial antarnelayan, bisa diminimalisir
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono optimistis kebijakan penangkapan, yang terukur dengan memakai sistem zonasi dan kuota, akan memberikan rasa aman bagi nelayan yang melaut.

"Sebab, melalui kebijakan tersebut, pelanggaran area penangkapan yang dapat memicu konflik sosial antarnelayan, bisa diminimalisir," katanya dalam siaran pers di Jakarta, Jumat.

Dengan demikian, menurut dia, maka ke depannya seharusnya tidak ada lagi nelayan ditangkap di suatu Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) karena nelayan memiliki mekanisme kuotanya masing-masing.

Selain itu, Menteri Trenggono menyatakan bahwa Indonesia satu-satunya negara yang belum menggunakan sistem kuota.

Ia berharap dukungan nelayan dalam penerapan kebijakan penangkapan terukur yang akan diimplementasikan pada awal 2022.

Melalui kebijakan ini, lanjutnya, penangkapan ikan di WPPNRI akan diatur dalam sistem zonasi dan kuota.

Kemudian, Trenggono menuturkan bahwa alat tangkap serta tempat pendaratan ikan juga akan diatur agar terjadi distribusi ekonomi, sehingga tidak hanya terpusat di Pulau Jawa.

Sebelumnya, KKP menyatakan kebijakan penangkapan terukur dengan pelaksanaan pemungutan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pascaproduksi merupakan langkah solusi guna meratakan kesejahteraan ekonomi.

"Mekanisme PNBP pascaproduksi dan penangkapan ikan terukur akan mewujudkan keadilan dan pemerataan ekonomi, sekaligus keberlanjutan sumber daya akan lebih terjaga karena pemanfaatan sumber daya ikan dapat benar-benar dikontrol sesuai daya dukungnya," kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini.

Pelaksanaan pemungutan PNBP pascaproduksi, lanjutnya, merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, di mana iklim investasi semakin menarik karena PNBP tidak dibayarkan sebelum melaut, sehingga pelaku usaha tidak terbebani.

Di samping itu, ujar dia, PNBP pasca produksi menjadi lebih adil bagi pelaku usaha karena nilai yang dibayarkan sesuai dengan hasil tangkapan yang diperoleh.

Dengan mekanisme ini pula, masih menurut dia, kualitas data produksi perikanan tangkap menjadi semakin akurat dan terpercaya. Lalu tentu saja PNBP yang diperoleh nantinya dikembalikan kepada nelayan untuk program-program pemberdayaan.

"Kalau PNBP naik tapi nelayan tidak sejahtera ya percuma. Peningkatan ini harus diiringi juga dengan peningkatan produktivitas dan pendapatan nelayan," ujar Zaini.

Menurut dia, peran KKP khususnya Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap sangat besar untuk menunjang program prioritas ini. Setiap direktorat harus turut andil, seperti menyediakan fasilitas pelabuhan perikanan yang baik dan memastikan ikan hasil tangkapan nelayan bermutu baik serta bernilai ekonomis tinggi.

Penangkapan ikan terukur akan membuat pemerataan ekonomi tersebar di seluruh Indonesia. Semula ikan banyak didaratkan di Pulau Jawa, akan diubah ke pelabuhan perikanan di mana ikan tersebut ditangkap.

Baca juga: Menteri KP perkenalkan sistem perikanan kuota di forum global
Baca juga: KKP gaungkan keberlanjutan-ekonomi biru di konferensi internasional

Baca juga: Rencana zonasi pesisir daerah harus tampung masukan masyarakat adat

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021