Jakarta (ANTARA) - Ketua Mahkamah Agung (MA) Syarifuddin mengatakan lembaga tersebut membutuhkan penambahan Hakim Tinggi Pemilah Perkara karena saat ini masih kurang dari jumlah beban perkara yang mesti diselesaikan.

"Jumlah Hakim Tinggi Pemilah Perkara baru ada 18 orang sehingga belum seimbang dengan jumlah beban perkara yang harus dipilah oleh para Hakim Tinggi Pemilah Perkara," kata Syarifuddin dikutip dari laman resmi MA di Jakarta, Jumat.

Akibatnya, kata dia, hal tersebut menimbulkan perlambatan proses registrasi perkara. Oleh sebab itu, perlu mengambil sejumlah kebijakan di antaranya menambah jumlah Hakim Tinggi Pemilah Perkara agar lebih sesuai dengan beban perkara yang ada di MA.

Baca juga: MA kembalikan vonis Djoko Tjandra jadi 4,5 tahun penjara

Kedua, menyediakan sarana dan fasilitas kerja yang memadai bagi Hakim Tinggi Pemilah Perkara, menyempurnakan tata cara serta mekanisme kerja pemilahan perkara, melaksanakan program orientasi, dan induksi yang komprehensif.

Kemudian termasuk menempatkan posisi penugasan Hakim Tinggi Pemilah Perkara dalam struktur yang lebih jelas secara pembinaan karir, promosi, dan mutasi, kata mantan Kepala Badan Pengawasan MA tersebut.

Selain menambah jumlah Hakim Tinggi Pemilah Perkara, ke depannya perlu dilakukan pelatihan khusus agar para hakim memiliki kecakapan dan keterampilan dalam melakukan tugas pemilahan perkara serta cermat menyusun ringkasan dan riwayat perkara.

Baca juga: MA tolak Peninjauan Kembali mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq

Termasuk, katanya, mengidentifikasi peraturan perundang-undangan terkait. Selain itu diharapkan para Hakim Tinggi Pemilah Perkara dapat memberikan usulan pertimbangan yang tepat kepada majelis hakim yang memutus perkara.

Secara umum, ia mengatakan upaya tersebut merupakan penguatan terhadap penerapan sistem kamar.

Baca juga: Pemerkosa anak di Aceh kabur usai divonis 200 bulan penjara oleh MA

Pembentukan lembaga pemilah perkara untuk mempercepat proses penyelesaian perkara di MA, khususnya bagi perkara kasasi dan peninjauan kembali yang tidak mengandung permasalahan hukum, kata dia.

Ia memandang persamaan persepsi dan pendapat di kalangan Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc dibutuhkan untuk membangun kesatuan hukum dan konsistensi putusan dalam setiap penanganan perkara, khususnya bagi perkara-perkara yang memiliki isu hukum yang sama.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021