Jakarta (ANTARA) - Pemerintah mulai menerapkan langkah strategis di sektor kritikal perubahan iklim yaitu sektor Forestry and Other Land Uses (FOLU), energi, pertanian, pengolahan limbah, serta Industrial Process And Product Uses (IPPU), untuk menurunkan gas rumah kaca (GRK).

Saat ini, upaya terbesar yang dilakukan oleh pemerintah berada di sektor kehutanan dan guna lahan atau dikenal dengan FOLU dan sektor energi.

“Kedua sektor tersebut merupakan kontributor emisi GRK terbesar di Indonesia saat ini, dengan sektor FOLU yang menghasilkan sekitar 60 persen dan sektor energi menghasilkan 36 persen,” tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu.

Baca juga: Emil Salim: Perlu generasi yang kuasai teknologi berwawasan lingkungan

Pada sektor FOLU, Indonesia telah berhasil mengendalikan kebakaran lahan dan hutan yang turun hingga 82 persen di tahun 2020, memulai rehabilitasi hutan mangrove dengan target seluas 600 ribu hektar sampai di 2024, yang merupakan terluas di dunia, serta berambisi menjadikan sektor FOLU sebagai carbon net sink di 2030, sehingga terjadi netralitas karbon di sektor tersebut.

Pada sektor energi, Airlangga menyebutkan beberapa upaya yang dilakukan di antaranya melalui pemanfaatan energi baru terbarukan, termasuk pengembangan biofuel, pembangunan pembangkit listrik tenaga surya yang direncanakan sebagai yang terbesar di Asia Tenggara, pengembangan ekosistem mobil listrik, serta pengembangan industri berbasis energi bersih.

Target terdekat yang saat ini menjadi fokus Pemerintah adalah peningkatan bauran energi EBT dari yang saat ini sekitar 11 persen menjadi 23 persen di tahun 2025, sehingga upaya transisi ke energi bersih ini diharapkan dapat menjadi sinyal bagi seluruh pihak untuk mulai berinovasi dan beradaptasi ke metode maupun teknologi ramah lingkungan.

"Hal yang lebih penting lagi adalah untuk memperkuat ketahanan energi di Indonesia," ucap dia.

Baca juga: Indonesia berperan penting jadi sumber energi baru terbarukan dunia

Di sisi lain, ia berpendapat sektor keuangan juga berperan penting dalam memobilisasi pembiayaan transisi ekonomi hijau, contohnya melalui pembiayaan inovatif serta pembiayaan campuran, obligasi hijau, dan sukuk hijau.

Selain itu, penyediaan pendanaan iklim dengan mitra negara-negara maju juga merupakan game changer dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di negara-negara berkembang.

“Komitmen pendanaan dari negara-negara maju sebesar 100 miliar dolar AS per tahun yang seharusnya sudah dimulai sejak 2020, pada kesempatan di COP-26 di Glasgow kembali dipertegas dan tentu kamj berharap kali ini akan terealisasi dalam bentuk aksi, tidak hanya narasi," tegas Menko Airlangga.

Dengan begitu, Indonesia akan dapat berkontribusi lebih cepat bagi pengurangan emisi dunia, yaitu dengan mencapai net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021