Solo (ANTARA) - Pemerintah menargetkan penurunan angka kekerdilan (stunting) hingga 3 persen untuk generasi masa depan Indonesia yang lebih baik.

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI Muhadjir Effendy di Solo, Selasa, mengatakan daerah kumuh menjadi pusat konsentrasi lahirnya anak-anak yang mengalami kekerdilan.

"Ketika Pak Wali (Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka) mengambil langkah penanganan kumuh di Surakarta, ada puluhan target prioritas pembangunan di Indonesia yang bisa tercapai," katanya.

Ia mengatakan kasus kekerdilan sendiri menjadi permasalahan mendasar di sebuah negara.

Baca juga: BKKBN gandeng Unilever tuntaskan kekerdilan di Hari Gizi Nasional 2022

Baca juga: ASNI: Nutrisionis perlu berinovasi serukan gizi sehat cegah kekerdilan


"Masa depan Indonesia ditentukan sehat atau tidaknya generasi yang masih ada di dalam kandungan dan usia di bawah dua tahun. Kelompok ini jadi penentu bagaimana pembangunan SDM akan dilakukan," katanya.

Menurut dia, jika gagal mengamankan 1.000 hari awal kehidupan maka intervensi apapun pada tahap berikutnya tidak akan membuahkan hasil maksimum.

"Karena kekerdilan adalah masalah pertumbuhan otak, walaupun yang diukur panjang dan berat badan bayi tetapi yang penting adalah pertumbuhan otaknya. Itulah problem yang masih dihadapi Indonesia," katanya.

Pada tahun 2019 tercatat sebanyak 27,6 persen bayi di Indonesia dalam keadaan kerdil. Artinya satu dari tiga bayi dipastikan dalam keadaan kerdil.

"Alhamdulillah setelah dua tahun ini kita bisa menurunkan jadi 24,4 persen. Selama dua tahun saya hitung kira-kira dalam satu tahun bisa turun 1,7 persen. Ketika Bapak Presiden menanyakan ke saya kalau tahun ini turun 3 persen bisa tidak, saya jawab asal COVID-19 bisa dikendalikan, Insyaa Allah bisa," katanya.

Ia mengatakan tidak tercapainya target penurunan kasus kekerdilan pada dua tahun ini karena terhambat oleh pandemi COVID-19.

"Anggaran difokus ulang (untuk penanganan pandemi) dan pelayanan di lapangan seperti Posyandu tidak mungkin dilakukan. Kunjungan petugas dari rumah ke rumah juga tidak dilakukan karena takut kena COVID-19," katanya.*

Baca juga: BKKBN: Rokok jadi faktor Indonesia duduki posisi 108 kekerdilan dunia

Baca juga: BKKBN optimalkan peran tim pendamping keluarga untuk cegah kekerdilan

Pewarta: Aris Wasita
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022