Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat, memanggil 11 saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan jalan dalam kota Namrole Tahun 2015 di Pemkab Buru Selatan, Provinsi Maluku.

"Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi terkait proyek pembangunan jalan dalam kota Namrole Tahun 2015 di Pemerintahan Kabupaten Buru Selatan. Pemeriksaan dilakukan di Polres Pulau Buru," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Sebelas saksi, yakni Kepala Dinas Perhubungan Buru Selatan Syukri Muhammad, Sekretaris Dinas Perhubungan Buru Selatan Idris Latuconsina, Plh Inspektur dan Irban Wilayah III Inspektorat Buru Selatan Cundraad Herman Waemese, Kepala Bidang Perhubungan Darat Dinas Perhubungan Buru Selatan Supardi Salamun, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Buru Selatan Umar Mahulete.

Baca juga: Mantan Bupati Buru Selatan diduga terima "fee" Rp10 miliar

Selanjutnya, Kabid Pemberdayaan Masyarakat Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Buru Selatan Muhammad Taib Abd Rahman, karyawan PLN Namrole La Amin, Kepala DPMPTSP Buru Selatan Mahmud Umanailo, Kepala Bappeda Kader Tuasamu, Analis Kebijakan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Helmi Latuconsina, dan Kasubag Perencanaan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Muhammad Nizar Polhaupessy.

KPK pada Rabu (26/1) telah menetapkan tiga tersangka kasus dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan Tahun 2011-2016.

Sebagai penerima, yaitu mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) dan Johny Rynhard Kasman (JRK) dari pihak swasta. Sementara sebagai pemberi, yakni Ivana Kwelju (IK) dari pihak swasta.

Baca juga: KPK tetapkan mantan Bupati Buru Selatan sebagai tersangka

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Tagop yang menjabat Bupati Buru Selatan periode 2011-2016 dan 2016-2021 diduga sejak awal menjabat telah memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek Dinas PUPR Kabupaten Buru Selatan, di antaranya dengan mengundang secara khusus Kepala Dinas dan Kabid Bina Marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.

Tagop selanjutnya merekomendasi dan menentukan secara sepihak pihak rekanan mana saja yang bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek baik yang melalui proses lelang maupun penunjukan langsung.

KPK menduga dari penentuan para rekanan itu, Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk "fee" dengan nilai 7 sampai dengan 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan, khusus untuk proyek yang sumber dananya dari dana alokasi khusus (DAK) ditentukan besaran 'fee' masih di antara 7 sampai dengan 10 persen ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan.

Baca juga: KPK memanggil 13 saksi terkait kasus proyek jalan di Buru Selatan

Adapun proyek-proyek tersebut, yaitu pembangunan jalan dalam kota Namrole Tahun 2015 dengan nilai proyek sebesar Rp3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar, dan peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 miliar.

Atas penerimaan sejumlah 'fee' tersebut, Togop diduga menggunakan orang kepercayaannya, yaitu Johny untuk menerima sejumlah uang menggunakan rekening bank miliknya dan untuk berikutnya ditransfer ke rekening bank milik Tagop.

KPK menduga nilai "fee" yang diterima Tagop sekitar Rp10 miliar yang di antaranya diberikan oleh Ivana karena dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015.

KPK menduga penerimaan Rp10 miliar itu digunakan Tagop membeli sejumlah aset dengan menggunakan nama pihak-pihak lain dengan maksud untuk menyamarkan asal usul uang yang diterima dari para rekanan kontraktor.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022