Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) optimistis penuaan penduduk yang dialami sejumlah daerah di Indonesia saat ini dapat dimanfaatkan sebagai bonus demografi yang tangguh dan produktif.

“Fenomena penuaan penduduk ini dapat dimanfaatkan sebagai bonus demografi. Artinya lansia dipandang sebagai kontributor pembangunan apabila lansia memiliki produktivitas demi diri sendiri dan masyarakat,” Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, dalam Webinar "Lanjut Usia Mandiri, Sejahtera, dan Bermartabat" dalam rangka Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) Tahun 2022 yang diikuti di Jakarta, Jumat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tahun 2021, jumlah penduduk lanjut usia atau lansia di Indonesia meningkat menjadi 10,7 persen pada Tahun 2020, setelah sebelumnya hanya 4,5 persen di Tahun 1971. Penduduk lansia diperkirakan akan terus meningkat mencapai 19,9 persen pada Tahun 2045.

Berdasarkan jenis kelamin, lansia perempuan ada 52,32 persen dan lansia laki-laki mencapai 47,68 persen, sedangkan berdasarkan tempat tinggal, lansia yang hidup di perkotaan ada 53,75 persen dan perdesaan 46,25 persen.

Bertambahnya jumlah lansia tersebut, kata Hasto, memang membuktikan bahwa angka harapan hidup penduduk semakin meningkat. Namun, peningkatan itu justru dibarengi dengan kondisi yang memprihatinkan.

Pasalnya, kata dia, pada indikator kesehatan lansia, sebesar 42,22 persen pernah mengalami keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir, di mana 22,48 persen di antaranya tidak produktif karena sakit.

Sebanyak 24,19 persen atau satu dari empat lansia juga dipastikan merokok. Bahkan, 22,10 persen di antaranya tercatat merokok setiap hari.

Delapan provinsi pun, menurut dia, tampak mulai memasuki fase penuaan penduduk, yakni DI Yogyakarta (15,52 persen), Jawa Timur (14,53 persen), Jawa Tengah (14,17 persen), Sulawesi Utara (12,74 persen), Bali (12,7 persen), Sulawesi Selatan (11,2 persen), Lampung (10,22 persen) dan Jawa Barat (10,18 persen).

Sementara pada indikator ekonomi, 49,46 persen lansia masih aktif bekerja. Banyak lansia bekerja di usaha pertanian, yakni sebesar 53,10 persen, dan 86,02 persen bekerja di sektor informal.

Lingkungan kerja itu membuat lansia hidup rentan karena tidak memiliki perlindungan ketenagakerjaan, kontrak pekerjaan, maupun imbalan yang layak, dengan rata-rata penghasilan lansia bekerja sebesar Rp1,34 juta per bulan.

Meskipun bekerja dalam lingkungan yang rentan, Hasto menekankan bahwa adanya minat lansia untuk bekerja merupakan bukti dirinya berkeinginan untuk menjadi individu yang produktif dan berguna bagi dirinya serta masyarakat.

Sikap produktif tersebut, katanya, juga menunjukkan bahwa lansia senang untuk terlibat aktif dalam pembangunan negara sebagai pribadi tangguh, mandiri dan berdaya saing. Dengan demikian, kemampuan lansia harus terus ditingkatkan.

BKKBN sendiri sudah menjalankan Program Bina Keluarga Lansia (BKL) yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku dan keterampilan keluarga untuk meningkatkan kualitas hidup, sehingga lansia tetap bersosialisasi dan mengurangi rasa kesepian lansia.

Dalam pemanfaatan teknologi, BKKBN mengembangkan Aplikasi Go Lansia Tangguh (GoLantang) yang berisi cara merawat dan mewujudkan lansia yang sehat, mandiri dan bermartabat, termasuk informasi terkait kesehatan lansia, indeks kebahagiaan, gangguan mental emosional dan lain sebagainya.

“Oleh karena itu, silakan keluarga lansia dan para lansia dapat memanfaatkan aplikasi GoLantang yang dapat diunduh di playstore pada gawai maupun diakses pada website GoLantang,” kata Hasto.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022