Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap alasan tidak mengambil opsi untuk menyidangkan pemilik PT Darmex/PT Duta Palma Group Surya Darmadi secara "in absentia" atau proses pengadilan tanpa dihadiri terdakwa.

KPK telah menetapkan Surya Darmadi sebagai tersangka pemberi suap dalam kasus dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan tahun 2014.

"Yang harus dipahami ini ada dua perkara yang berbeda. Pertama adalah pasal 2, pasal 3 yang kita bicarakan adalah kerugian keuangan negara. Tentu di sana ada pemulihan kerugian keuangan negara melalui aset-asetnya. Kemudian kedua, yang ditangani KPK ini kan berhubungan dengan perkara suap, kemudian diduga sebagai pemberi suap," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung Rupbasan KPK, Cawang, Jakarta Timur, Rabu.

Baca juga: KPK memastikan Surya Darmadi tak ada di Indonesia

Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menetapkan Surya Darmadi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi lahan sawit seluas 37.095 hektare bersama mantan Bupati Indragiri Hulu (Inhu) Raja Thamsir Rahman. Surya Darmadi dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tentang Kerugian Negara.

"Kami tidak berbicara mengenai kerugian keuangan negara tentunya. Nah 'in absentia' itu bisa dilakukan kalau kemudian ujungnya ada perampasan hasil tindak pidana korupsi yang ditimbulkan, hasil kerugian keuangan negara yang tadi itu. Artinya, ketika kemudian diputus oleh pengadilan memang kemudian optimalisasi 'asset recovery' bisa dilakukan ketika pada pasal 2, pasal 3," ucap Ali.

Sedangkan dalam pasal suap, ia mengatakan yang akan dituntut dengan uang pengganti hanya penerima suap.

Baca juga: Kejagung upaya pulangkan Surya Darmadi dari Singapura

Baca juga: Interpol Polri pastikan "Red Notice" Surya Darmadi aktif sampai 2025
"Berbeda dengan pasal suap, apalagi pemberi suap yang kemudian dituntut untuk uang pengganti ini kan penerima suap karena dia menikmati sebagai koruptor yang menikmati dan menerima, maka kemudian dirampasnya dengan cara uang pengganti, dituntut uang pengganti," ucap Ali.

"Tetapi untuk pemberi apakah kemudian uangnya dikembalikan, tentunya tidak. Ini yang kemudian KPK sejauh ini tidak mengambil opsi 'in absentia' karena pasal-pasalnya, pasal suap, berbeda dengan pasal 2, pasal 3 yang itu bisa dilakukan penyitaan aset kemudian ketika diputus di pengadilan bisa dilakukan eksekusi dan sebagainya," kata dia.

Sebelumnya, KPK telah memasukkan Surya Darmadi ke dalam status daftar pencarian orang (DPO) sejak 2019.

"Iya itu DPO sudah cukup lama oleh KPK dan sudah ada penjelasan dari NCB Interpol itu masih masuk di daftar (DPO) sehingga saya kira statusnya saat ini masih jadi DPO, masih jadi buron," ujar Ali.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022