Cianjur, (ANTARA News) - Pabrik penyamakan kulit CV Cisarua diduga kuat sebagai penyebab terjadinya pencemaran akut Sungai Cisarua dan Cisarua Leutik yang mengalir dan melintasi sejumlah kecamatan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Direktur Eksekutif Yayasan Agenda Hijau Indonesia (YAHI), Chevi T Mulyana, Rabu (10/5) di Cianjur kepada ANTARA menjelaskan, disamping telah mencemari lingkungan, perusahaan itu juga telah melanggar sejumlah perijinan pengelolaan lingkungan hidup di kawasan industri. Di antaranya, sebagai pabrik yang mengembangkan industri kulit berskala ekspor, CV Cisarua ternyata tidak mengantongi Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Dengan demikian perusahaan itu ditengarai telah melanggar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL dan Keputusan Menneg Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL serta melanggar Perda Kabupaten Cianjur Nomor 12 Tahun 2004 tentang Pengendalian Pembuangan Limbah Cair. Dikatakannya, YAHI dalam surat bernomor 05/SK-YAHI/Kon/V/2006 yang ditujukan Kepada Bupati Cianjur dan ditembuskan kepada sejumlah instansi terkait menjelaskan bahwa berdasarkan pemantauan dan penyelidikannya ternyata bahwa masa berlaku ijin pembuangan limbah cair CV Cisarua yang kemudian menebarkan bau busuk ke daerah sekitarnya juga sudah habis. Menurut analisa dan fakta-fakta yang ada di lapangan, maka CV Cisarua telah melakukan berbagai pelanggaran, terutama terhadap Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. "Atas dasar itu kami meminta Bupati Cianjur segera melakukan evaluasi yang sistematis dan objektif terhadap sarana-sarana dan praktek operasional CV Cisarua dalam kegiatan pembuangan limbah cairnya," ujar Chevi. Seperti dilansir ANTARA sebelumnya, air dari Sungai Cisarua yang membelah wilayah Cianjur kota belakangan ini tidak lagi bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga karena tingkat pencemarannya yang makin tinggi. Ahli Agroforestry dan Pertanian dari Program Pelayanan Lingkungan (ESP) USAID Cianjur, Arman Abdul Rohman membenarkan adanya tingkat pencemaran yang sangat tinggi di Sungai Cisarua serta Sungai Cisarua Leutik yang masih berada pada deretan Sungai Cisarua. Namun ia belum bisa menjelaskan asal-muasal zat yang terkandung dalam air sungai tersebut secara rinci, apakah karena limbah pabrik di sekitar sungai atau karena faktor lain, sebab untuk itu diperlukan uji laboratorium. "Kemungkinan air sungai tersebut mengandung unsur mikro seperti zat besi atau tembaga yang relatif tinggi, disamping adanya zat asam yang berlebihan," ujarnya. (*)

Copyright © ANTARA 2006