Kalau ke sana tapi enggak bisa tangani masalah ya percuma"
Jakarta (ANTARA News) - "Sensualitas tubuh yang bekerja."  Demikian komentar "Mang Usil" dalam Pojok Kompas beberapa hari lalu soal mengapa Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo begitu disayang media dan publik.

Orang "jatuh hati" pada gerakannya yang cepat dan menomorsatukan bekerja ketimbang beretorika, berkilah, beromong atau terlalu banyak melihat dari jauh.

Kemarin, masih dalam rangka 100 hari kerjanya sebagai orang nomor satu di Provinsi DKI Jakarta, Jokowi, demikian dia akrab disapa media dan masyarakat, membuka rahasia apa yang menjadi latar belakangnya turun langsung ke lapangan yang tanpa mengenal waktu, tanpa mengenal tempat itu.

Dia menyebut "turun ke bawah" itu dengan istilah "blusukan."

Boleh-boleh saja orang mengatakan itu berkaitan citra, tapi banyak orang melihat blusukan-nya Jokowi memang dilakukan dengan hati.

Selasa kemarin, 22 Januari 2013, sehari dari hari ke-100-nya menjabat Gubernur DKI Jakarta, Jokowi membeberkan alasan mengapa dia rutin mengunjungi kampung-kampung kecil di seantero Jakarta, termasuk mendatangi situs-situs bencana banjir belakangan ini.

"Blusukan ke kampung dan lokasi lain, itu kami ingin mengetahui dan menggali permasalahan yang ada di lapangan di masyarakat," kata Jokowi saat ditemui di Balaikota DKI Jakarta, kemarin.

Dia menilai "metode" blusukan ini lebih efektif dibandingkan dengan menghabiskan  waktu berdiam diri di kantor.  Dia merasa dirinya harus melihat dan merasakan langsung masalah-masalah yang terjadi pada warga yang dipimpinnya.

"Kami tuh harus lihat persoalan yang riil," kata mantan Walikota Solo ini.

Dia mengaku model blusukannya selama ini tak pernah dilakukan sembarangan atau tanpa persiapan.

Sebelum blusukan, dia memiliki tim yang sudah melakukan survei terlebih dahulu, sebelum blusukan itu dilakukannya.  Dia mengistilahkan kesembarangan yang tak dilakukannya ini dengan kata "aur-auran."

Dia melakukan itu semua karena ingin persoalan-persoalan yang menghimpit warganya segera ditanganinya.

"Kalau ke sana tapi enggak bisa tangani masalah ya percuma," katanya, dengan gaya berungkap kata yang enteng.

Dia tak ingin terjebak dalam rutinitas pekerjaan dalam kantor.

"Di kantor tanda tangan bisa setengah jam rampung, kalau kelamaan nanti bisa terjebak rutinitas," katanya.

Rekayasa cuaca

Selasa kemarin itu juga Jokowi melontarkan salah satu dari "terobosan" yang sering diucapkannya kepada media.

Bahkan media massa asing seperti radio Australia ABC pada 17 Januari lalu saat banjir bandang melanda Jakarta pun hafal dengan kata "terobosan" dari Jokowi yang dalam Bahasa Inggris-nya "breakthrough" itu.

Terobosan yang Jokowi maksudkan itu adalah "rekayasa cuaca" untuk mengantisipasi kemungkinan banjir besar karena rob dan hujan besar yang diperkirakan datang 27 Januari nanti.

"Kami minta adakan rekayasa cuaca pada tanggal itu," kata Jokowi.

Seperti juga dalam blusukan, Jokowi tidak asal bicara karena sebelum melontarkan gagasan ini dia sudah berkoordinasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk membuat rekayasa awan di Jakarta.

Rekayasa yang dimaksudnya adalah menggeser awan yang penuh air ke arah utara atau arah laut. "Jadi pas air pasang, hujannya di laut, bukan di Jakarta," katanya.

Tidak itu saja, berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Jokowi juga bersiap dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi ketika rob datang.

"Kami nanti siapkan semua skenario yang terburuk," katanya bersiap.

Dia rupanya cepat belajar dari apa yang telah terjadi belakangan hari ini, termasuk manakala begitu sulitnya menjinakkan genangan air banjir di Jakarta.

Dalam soal ini dia berbicara tentang kemampuan pompa-poma dalam menyedot air yang diproduksi banjir bandang pekan lalu. Jokowi merasa pompa-pompa yang ada tak bisa mengurangi debit air yang datang dari segala penjuru.

"Kalau pompa itu kemampuannya berapa, nggak akan banyak," katanya.

Dia menolak menyalahkan siapa-siapa, sebaliknya dia ingin menampilkan dirinya dan jajarannya lebih siap dalam menghadapi segala kemungkinan bencana yang bisa saja datang kembali.

Tapi dia berusaha tak menutupi kekurangan dan kelemahan yang dihadapinya, termasuk tanggul-tanggul yang disebutnya sudah tidak lagi beroperasi dengan optimal. Dalam perkara ini, Jokowi mengaku tidak bisa memperbaikinya dengan waktu singkat.

"Cara satu-satunya..yaa..rekayasa cuaca dan persiapkan diri menghadapi banjir," katanya.

(dny)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013