Kolombo (ANTARA News) - Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse hari Minggu berjanji melaksanakan pemilihan umum di bekas zona perang namun pemerintahnya mengatakan, wewenang dewan terpilih akan dikurangi.

Rajapakse pada Sabtu mengunjungi Kilinochchi, ibu kota politik pemberontak Macan Tamil yang telah dikalahkan, dan berjanji akan melaksanakan pemilu sesuai dengan jadwal pada September, kata kantornya, lapor AFP.

"Presiden Rajapakse, yang berada di Kilinochchi, mengatakan, pemilihan umum untuk Dewan Provinsi Utara akan berlangsung sesuai dengan rencana," kata kantornya dalam sebuah pernyataan.

Meski demikian, juru bicara pemerintah Keheliya Rambukwella mengatakan, wewenang dewan itu akan dibatasi.

"Sebuah rancangan peraturan akan diajukan ke parlemen pada Selasa untuk mengurangi wewenang dewan itu agar bersatu dengan yang lain dan membentuk sebuah unit wilayah yang lebih besar," kata Rambukwella kepada wartawan.

Menurutnya, pemerintah juga membentuk sebuah komite parlemen pekan ini yang bertugas menyarankan pemangkasan wewenang-wewenang dewan provinsi yang dibentuk pada 1987 untuk memberi otonomi pada penduduk Tamil sebagai imbalan atas perdamaian etnik.

Rambukwella mengatakan, kenyataan di lapangan berubah setelah militer menumpas pemberontak Macan Tamil pada 2009.

Sri Lanka menerapkan sistem federal de fakto pada 1987 namun tidak pernah melaksanakan pemilu di wilayah utara yang didominasi warga Tamil, yang terus diperintah secara langsung oleh presiden. Namun, dewan-dewan lain berfungsi di daerah-daerah berpenduduk Sinhala yang dikendalikan partai Rajapakse.

Dewan-dewan Sri Lanka itu dibentuk sesuai dengan kesepakatan dengan negara tetangganya, India, yang berjanji mengendalikan separatis Tamil di wilayahnya asalkan Sri Lanka berbagi kekuasaan politik dengan minoritas Tamil.

Pasukan Sri Lanka meluncurkan ofensif besar-besaran untuk menumpas kelompok pemberontak Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) pada 2009 yang mengakhiri perang etnik hampir empat dasawarsa di negara tersebut.

Namun, kemenangan pasukan Sri Lanka atas LTTE menyulut tuduhan-tuduhan luas mengenai pelanggaran hak asasi manusia.

Pada September 2011, Amnesti Internasional yang berkantor di London mengutip keterangan saksi mata dan pekerja bantuan yang mengatakan, sedikitnya 10.000 orang sipil tewas dalam tahap final ofensif militer terhadap gerilyawan Macan Tamil pada Mei 2009.

Pada April 2011, laporan panel yang dibentuk Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mencatat tuduhan-tuduhan kejahatan perang yang dilakukan kedua pihak.

Sri Lanka mengecam laporan komisi PBB itu sebagai "tidak masuk akal" dan mengatakan, laporan itu berat sebelah dan bergantung pada bukti subyektif dari sumber tanpa nama.

Sri Lanka menolak seruan internasional bagi penyelidikan kejahatan perang dan menekankan bahwa tidak ada warga sipil yang menjadi sasaran pasukan pemerintah. Namun, kelompok-kelompok HAM menyatakan, lebih dari 40.000 warga sipil mungkin tewas akibat aksi kedua pihak yang berperang.

PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013