Dhaka (ANTARA News) - Tentara Bangladesh membantah tuduhan tengah merencanakan kudeta terhadap pemerintah untuk mengakhiri huru-hara politik yang berkepanjangan.

Militer juga mengingatkan media setempat tidak berspekulasi mengenai peran tentara dalam kemelut di negara tersebut. Militer Bangladesh mengatakan menghormati hukum dan undang-undang dasar negaranya.

Meski demikian, sejarah menunjukkan tentara Bangladesh melakukan 19 kudeta dan dua kali negara tersebut diperintah penguasa tentara sejak merdeka pada 1971.

"Pasukan bersenjata adalah organisasi patriotik, yang sepenuhnya menghormati konstitusi dan hukum di negara ini," kata militer dalam pernyataan tertulis pada Minggu malam, seperti dipetik AFP.

Mereka mengaku terpaksa mengangkat suara untuk membantah laporan "spekulatif dan imajiner" dari media yang menuduh militer telah merencakan tindakan. Menurut mereka, pemberitaan tersebut "dapat menciptakan kebingungan di antara masyarakat".

Bangladesh dilanda kemelut politik sejak Januari lalu akibat aksi dari kelompok oposisi yang berupaya memblokade sistem transportasi di seluruh wilayah negara untuk menggulingkan Perdana Menteri Sheikh Hasina.

Gerakan tersebut kemudian diikuti oleh kekerasan yang menewaskan setidaknya 80 orang, melukai ratusan lainnya, dan menurut sejumlah pelaku usaha merugikan negara miskin itu sebesar 10 miliar dolar AS.

Meski media arus utama telah menahan diri untuk tidak mengomentari kemungkinan intervensi militer, spekulasi mengenai hal yang sama bertebaran di sosial media dan situs berita yang memang belum diatur.

Pada 2007 lalu, pihak militer mengambil alih kekuasaan setelah huru-hara politik yang berlarut-larut memunculkan kekhawatiran akan kredibilitas pemilihan umum yang baru akan dilangsungkan. Militer kemudian menunjuk pemerintahan sementara sebelum menggelar pemilihan umum yang bebas dan adil dua tahun kemudian.

Dalam peristiwa yang terbaru ini, pemimpin kelompok oposisi Khaleda Zia menyerukan blokade jalanan darat, rel kereta api, dan jalan air setelah pihak kepolisian memberlakukan tahanan rumah bagi mantan perdana menteri tersebut.

Zia membantah tuduhan bahwa Partai Nasionalis Bangladesh berada di balik kekerasan, namun di sisi lain bersumpah akan meneruskan blokade sampai Hasina menggelar pemilihan umum baru.

Zia sendiri memimpin 20 partai oposisi yang memboikot hasil pemilihan umum tahun lalu karena dinilai penuh kecurangan.

Pihak pemerintah telah menugaskan ribuan tentara dan kepolisian untuk menjaga kendaraan dan menangkap lebih dari 10.000 demonstran. Namun demikian, kerusuhan masih belum menunjukkan tanda-tanda reda.

Lebih dari 1.000 bus, truk, dan van terbakar dalam serangan yang diduga dilakukan oleh kelompok aktivis sebagai bagian dari blokade. Pada Minggu, kepala kepolisian nasional Shahidul Haq meminta operator bus untuk menghentikan aktivitas seusai jam 21.00 malam.

(Uu.G005)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015