Banjarmasin (ANTARA News)  Biodiversitas Indonesia Universitas Lambung Mangkurat yang dipimpin Amalia Rezeki menemukan habitat dan populasi bekantan di Pulau Curiak, Anjir Muara, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.

Pulau Curiak yang luasnya lebih kurang tujuh hektare dengan ditumbuhi vegetasi khas rawa mangrove yang saat ini dijadikan tambatan tongkang oleh satu perusahaan, ternyata dihuni oleh sekelompok bekantan. Populasi bekantan di Pulau Curiak diperkirakan mencapai 15 ekor, kata Amalia Rezeki di Banjarmasin, Rabu.

Bekantan yang dikenal dengan nama ilmiahnya Nasalis larvatus, merupakan primata endemik Kalimantan dan termasuk dalam subfamili Colobinae.

Bekantan dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999, dan secara internasional termasuk dalam appendiks I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).

Bekantan juga termasuk dalam kategori terancam punah - Endangered Species oleh Lembaga Internasional IUCN (International Union For Conservation of Nature and Natural Resources) sejak tahun 2000.

Selain itu, sejak tahun 1990 Bekantan ditetapkan sebagai maskot Provinsi Kalimantan Selatan, kata Amalia Rezeki.

Menurutnya, temuan habitat bekantan ini tentunya merupakan kabar gembira bagi pecinta lingkungan, mengingat selama ini habitat bekantan terus menyusut akibat terjadinya alih fungsi hutan, yang mengakibatkan degradasi habitat bekantan di alam liar.

Luas hutan di Kalimantan yang menjadi habitat bekantan pada awalnya diperkirakan 29.500 km2, dari luas tersebut 40 persen diantaranya sudah berubah fungsi dan hanya 41 persen yang tersisa di kawasan konservasi.

Kondisi ini diikuti dengan penurunan populasi bekantan. Jika tidak dilakukan upaya penyelamatan habitat dan populasi bekantan, maka diperkirakan, bekantan akan punah 12 tahun kemudian, seperti yang terjadi di kota Banjarmasin.

Penemuan habitat dan populasi bekantan di Pulau Curiak yang berdekatan dengan kawasan TWA Pulau Bakut merupakan kabar gembira karena setidaknya ada satu lagi habitat bekantan di wilayah Kalimantan Selatan.

Hanya saja yang menjadi pertanyaan, apakah bekantan tersebut adalah asli dari pulau tersebut, atau merupakan pindahan dari daerah sekitarnya yang sekarang banyak menjadi lahan pertanian dan perindustrian.

Ini tentunya membutuhkan penelitian lebih lanjut , ujar Amalia Rezeki yang juga dikenal sebagai dosen Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

Seperti diketahui, bekantan merupakan primata yang unik, ia pandai berenang. Oleh karenanya bekantan memiliki selaput renang dikedua kakinya.

Jadi tak jarang bekantan ditemukan sedang melakukan migrasi dengan berenang di sungai yang membelah habitatnya. Sebagai mahluk dispersal, bekantan yang juga memiliki sifat adatif, ia akan menyesuaikan kondisi lingkungannya baik dari keterancaman, oleh mahluk hidup lainnya atau juga kerena ketersediaan pakannya yang mulai menyusut.

Beberapa faktor lingkungan tersebut akan mempengaruhi bekantan untuk melakukan migrasi, kata Amelia yang juga Ketua Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) ini.

Sementara itu Prof Dr Ir HM Arief Soendjoto, guru besar fakultas kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, yang juga peneliti bekantan Indonesia, mengatakan populasi bekantan di suatu kawasan memang unik dan selalu mengalami fluktuasi, karena pada waktu tertentu jumlahnya bisa saja berkurang, namun kemudian bertambah lagi.

Ini disebabkan bekantan melakukan migrasi ke daerah lain jika ketersediaan pakannya mulai menyusut. Hal tersebut sesuai dengan sifat makhluk hidup bila berkembang akan menyebar (dispersal), katanya.

Sementara itu Mang Ipan yang telah lama menghuni pulau Curiak, mengatakan, bahwa bekantan di pulau tersebut memang sudah lama bermukim, bahkan sebelum beliau menjaga Pulau Curiak tujuh tahun lalu.

"Sejak dulu saya sudah melihat bekantan ini, setiap hari sekitar jam 8 pagi ia sering terlihat bergerombol sedang memakan pucuk daun. Jumlahnya sekitar 15 ekor dan ada satu ekor betina yang sedang menggendong bayinya, jelas Mang Ipan kepada Tim Biodiversitas Indonesia dari Universitas Lambung Mangkurat yang sedang melakukan pengamatan bekantan tersebut.

Pewarta: Hasan Zainuddin
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015