Jakarta (ANTARA News) - Deputy Minister in Prime Ministers Department Malaysia Dato Razali Bin Ibrahim meyakini Indonesia dan Malaysia bisa menjadi teraju atau pionir dalam industri hilir kelapa sawit melalui kerja sama pembangunan pusat produksi oleokimia (oleochemical hub).

"Indonesia dan Malaysia bisa jadi pemain global jika bekerjasama kembangkan industri hilir kelapa sawit. Bukan hanya penentuan harga saja, tapi juga jadi peneraju industri kelapa sawit," katanya di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, kedua negara selama ini hanya mengembangkan bisnis minyak kelapa sawit di sektor hulu saja yang tidak memberikan nilai tambah.

Padahal, jika bekerja sama, keuntungan yang akan didapat akan lebih besar terutama jika investasi dilakukan di Indonesia karena didukung biaya produksi rendah dan tanah yang luas.

"Dikombinasikan dengan keahlian yang dimiliki Malaysia, pasti bisa sukses. Malaysia sudah tak ada kawasan luas, tidak pula ada perkembangan (luas lahan). Manfaatnya bisa diperoleh negara masing-masing," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Policy Advisor Menko Bidang Perekonomian RI, Lin Che Wei, menilai kerja sama kedua perusahaan itu bisa membuka kesempatan bagi Indonesia untuk bisa menciptakan dan menikmati nilai tambah yang lebih luas dari komoditas tersebut.

Menurut dia, minyak kelapa sawit merupakan produk unggulan Indonesia. Sementara Malaysia menempati posisi kedua setelah Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia.

"Selama ini Indonesia banyak fokus di industri hulu, hanya menghasilkan buah saja dan kemudian diproses jadi CPO. Kita belum eksplorasi bidang yang bisa digunakan untuk kepentingan bangsa," katanya.

Perusahaan multisektor nasional Rajawali Corpora berencana untuk membangun pusat produksi oleokimia (oleochemical hub) di Indonesia bekerjasama dengan operator perkebunan sawit Malaysia, Felda Global Ventures Holdings Bhd.

Finalisasi rencana kerja sama Indonesia dan Malaysia yang memegang 82 persen pangsa pasar sawit dunia itu akan selesai pada Juni 2016.

Rencananya, pusat produksi oleokimia itu akan mengambil lokasi tersendiri yang dimungkinkan menjadi kawasan ekonomi khusus.

Kedua pihak juga telah mengidentifikasi sejumlah lokasi potensial di Sumatera Utara (Sei Mangke dan Dumai), Jawa Timur dan Kalimantan Timur (Bontang), termasuk sejumlah KEK di wilayah tersebut. Namun ia mengaku masih terus mempelajari lokasi-lokasi tersebut.

Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015