Pungutan dana energi tersebut tidak jelas dasar regulasinya. Bahkan, telah terjadi penyimpangan regulasi karena yang disebut dalam Undang-Undang adalah depletion premium, bukan memungut dana dari masyarakat,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan rencana pemerintah memungut dana ketahanan energi pada masyarakat Rp200 per liter harga bahan bakar minyak (BBM) tidak jelas dasarnya dan akan berpotensi disalahgunakan.

"Pungutan dana energi tersebut tidak jelas dasar regulasinya. Bahkan, telah terjadi penyimpangan regulasi karena yang disebut dalam Undang-Undang adalah depletion premium, bukan memungut dana dari masyarakat," kata Tulus Abadi melalui siaran pers diterima di Jakarta, Selasa.

Karena itu, Tulus menilai bila pemerintah tetap memaksakan pungutan dana ketahanan energi bisa dikatakan sebagai "pungutan liar" kepada masyarakat karena tidak pernah diatur dalam Undang-Undang.

Tulus menilai dana ketahanan energi tersebut juga berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan kebijakan nonenergi, bahkan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan ketahanan energi karena lembaga yang mengelola dana tersebut tidak jelas.

"Bila masih disatukan dengan dana APBN secara umum, maka potensi penyalahgunaannya sangat besar," ujarnya.

Menurut Tulus, peta jalan ketahanan energi yang dimaksud pemerintah masih belum jelas, bahkan dia menuding tidak ada sama sekali. Namun, dia berpendapat disinsentif dalam penggunaan energi fosil secara filosofi adalah hal yang rasional.

"Namun, itu baru bisa diterapkan bila masyarakat sudah ada pilihan untuk menggunakan energi nonfosil atau energi baru terbarukan," tuturnya.

Karena itu, sebelum menetapkan pungutan dana ketahanan energi, pemerintah harus memperjelas terlebih dahulu regulasi yang akan dijadikan acuan dan lembaga independen yang akan mengelola dana tersebut serta peta ajalan ketahanan energi dan kedaulatan energi nasional.

"Yang terpenting, harus ada pilihan lain selain energi fosil. Sebelum hal itu bisa terpenuhi, maka pungutan dana ketahanan energi harus dibatalkan. Jangan membebani masyarakat dengan kebijakan yang belum jelas," pungkasnya.

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015