Kami menyambut baik rencana pemerintah untuk memprioritaskan restorasi gambut ini, apalagi pemerintah juga membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG). Sehingga, ada badan tersendiri yang mengawasi masalah gambut ini secara spesifik,"
Malang (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya W Yudha menyambut baik sekaligus mendukung rencana pemerintah untuk memprioritaskan pengelolaan lahan gambut karena masalah gambut tersebut berhubungan erat dengan emisi karbon.

"Kami menyambut baik rencana pemerintah untuk memprioritaskan restorasi gambut ini, apalagi pemerintah juga membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG). Sehingga, ada badan tersendiri yang mengawasi masalah gambut ini secara spesifik," kata Satya W Yudha dalam rilisnya yang diterima Antara di Malang, Selasa malam.

Ia mengatakan selain memantau, tugas utama yang harus dilakukan BRG adalah mengidentifikasi titik-titik rawan bencana gambut agar bencana serupa tidak akan terulang kembali.

Oleh karena itu, lanjutnya, BRG juga harus mempertanggungjawabkan tugas dan pekerjaannya kepada DPR agar semua bisa berjalan maksimal."Harapan kami, dengan adanya BRG ini restorasi gambut bisa optimal," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Himpunan Gambut Indonesia (HGI) Supiandi Sabiham, mengatakan pengelolaan gambut bisa saja melalui keterlibatan perusahaan swasta.

"Hal ini sejalan dengan amanat Wakil Presiden Jusuf Kalla saat pembukaan konferensi minyak sawit Indonesia ke-11 di Nusa Dua, Bali, akhir tahun lalu. Wapres meminta perusahaan harus berpartisipasi bersama untuk merestorasi hutan dan gambut yang rusak," katanya.

Menurut Supiandi, restorasi gambut tidak boleh tergantung kepada hibah asing. "Kebutuhan dananya memang cukup besar, yakni sekitar sekitar 1 miliar dolar AS yang seharusnya bisa ditalangi oleh industri kelapa sawit , HTI serta industri lain yang selama ini memanfaatkan gambut," tuturnya.

Bantuan asing, lanjutnya, justru harus dihindari agar Indonesia tidak terus didikte oleh kepentingan pihak manapun. "Bantuan asing hanya akan merusak citra Indonesia di mata internasional," tegasnya.

Ia mengemukakan dalam beberapa kasus, pengelolaan gambut lestari yang diterapkan dunia industri di Indonesia kerap menjadi rujukan oleh pakar gambut dunia. Sayangnya, kegiatan positif ini kurang disosialisasikan, padahal cukup banyak perusahaan di Tanah Air yang mengelola konsesinya secara lestari.

Pada pertengahan Januari (13/1) 2016, Presiden Joko Widodo mengumumkan Nazir Foead sebagai kepala Badan Restorasi Gambut (BRG). Badan ini bertugas mengoordinasikan dan memfasilitasi restorasi lahan gambut di tujuh provinsi yang pada 2015 dilanda kebakaran hutan dan lahan, yaitu Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Papua.

Lahan gambut yang akan direstorasi tersebut sekitar 2 hingga 3 juta hektare, sehingga hal ini akan menjadi perhatian dunia internasional karena belum ada di dunia yang melakukan restorasi lahan gambut dalam skala besar.

Sebelumnya, Presiden Jokowi juga menerbitkan instruksi presiden (Inpres) untuk melanjutkan moratorium izin baru dan tata kelola hutan.

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016