Jakarta (ANTARA News) - Agie Purwa memulai bisnis sepatu di Bali dengan mengerjakan pesanan butik-butik di Australia, Eropa dan Amerika Serikat. Satu dekade berlalu, Agie kemudian meresmikan merek sepatu Jasmine Elizabeth akhir tahun 2015 demi kebebasan berkreasi. 

"Dulu saya hanya mengerjakan desain orang, sekarang saya bisa membuat desain sendiri," kata Agie pada Antara News di Jakarta, Senin. 

Agie tidak punya latar belakang yang berhubungan dengan merancang sepatu. Dia menggeluti manajemen perhotelan. Namun, bisnis yang melibatkan keterampilan tangan tidak asing lagi baginya. 

"Ayah saya punya pabrik furnitur, saya sering kerja membantu di sana," tutur Agie. 

Ketika krisis moneter melanda Indonesia, Agie beralih profesi menjadi buying agent yang mencarikan barang-barang untuk para pembeli. Suatu hari, dia diminta mencari sepatu kulit di Bali. 

"Saya lihat belum ada pabrik sepatu yang serius di Bali, saya melihat ada peluang di sana," ujar Agie yang punya workshop sepatu kulit di sana. 

Sepuluh tahun dianggap cukup untuk memahami industri sepatu sehingga Agie berani membuat merek Jasmine Elizabeth yang diambil dari nama anak keduanya. 

Sepatu yang untuk pertama kalinya berpartisipasi dalam Indonesia Fashion Week (IFW) 2016 mengunggulkan rancangan yang tak lekang dimakan waktu serta kulit berkualitas. 

Setiap pasang sepatu dibuat oleh dua pengrajin dalam waktu enam belas jam. Agie mempekerjakan sepuluh pengrajin sepatu di studio yang terletak di salah satu gang di daerah Kuta.

Berbagai model alas kaki perempuan dibuatnya, mulai dari heels, wedges hingga flat. 

Agie kini memasarkan merek sepatu yang usianya baru seujung jagung itu di Bali dan Jakarta. 

"Ada juga pesanan luar negeri, lagi negosiasi, ada yang mau stok di sana," pungkas dia.

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016