Jakarta (ANTARA News) - Banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di sejumlah daerah dinilai sebagai penanganan pemerintah daerah yang belum optimal menyediakan lingkungan yang aman dan nyaman, kata Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto.

"Sebagai aktivis anggaran dan perempuan, saya mengutuk keras kejahatan luar biasa ini. Seperti korupsi, kejahatan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak mengancam masa depan bangsa," kata Yenny dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.

Menurut Yenny, banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di daerah dikarenakan pemda yang belum memberikan perlindungan pada warganya. Dia menilai sebagian pemerintah daerah tidak menggunakan APBD secara optimal yang menyentuh berbagai permasalahan di masyarakat, khususnya kejahatan kekerasan seksual.

"APBD hanya untuk program copy paste dari program tahun sebelumnya. Belum ada terobosan yang pro gender," kata Yenny.

Dia berharap ke depannya pemda bisa melakukan upaya pencegahan yang sistemik dengan mengalokasikan APBD secara khusus untuk melindungi anak-anak dan perempuan dari ancaman kekerasan seksual.

Kasus kekerasan seksual banyak terungkap ke publik yang bermula dari pemerkosaan dan pembunuhan siswi SMP di Bengkulu oleh 14 orang laki-laki. Kekerasan seksual terhadap anak hingga tewas juga terjadi di Bogor yang dialami oleh anak berusia 2,5 tahun.

Kasus kekerasan seksual juga terjadi di Kediri dengan korban sebanyak 58 anak perempuan yang dilakukan oleh seorang kontraktor berusia 63 tahun.

Selain sebagai korban, anak-anak juga menjadi pelaku kekerasan seksual seperti yang terjadi di Bengkulu. Delapan dari 14 pelaku pemerkosaan siswi SMP di Bengkulu merupakan anak-anak.

Kasus kekerasan seksual dan pembunuhan dengan melukai korban dengan gagang pacul yang terjadi di Kabupaten Tangerang juga dilakukan oleh anak berusia 15 tahun.

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016