Padang (ANTARA News) - Langkitan, salah satu penganan tradisional Kota Padang, Sumatera Barat, yang berbahan dasar dari keong laut juga menjadi menu yang dijual di "Pasar Pabukoan".

"Saya berjualan langkitang ini, supaya terlihat berbeda dari yang lainnya, rata-rata yang dijual pedagang disini sama yaitu menu pabukoan yang biasa, seperti es buah, agar-agar, pecel dan lainnya, saya ingin ada ciri khas tersendiri," kata pedagang langkitan di Pasar Pabukoan simpang Anduring, Adrio Maiwanputra (35), di Padang, Kamis.

Langkitang merupakan penganan sejenis keong laut atau remis kecil yang cara memakannya dengan cara dihisap bagian atasnya. Penganan ini biasanya dijual di Pantai Padang.

Cara pengolahannya yaitu dengan dipotong bagian bawahnya lalu dicuci sebanyak tujuh hingga delapan kali agar pasir-pasir atau tanah yang terdapat pada langkitang hilang, kemudian baru direbus selama satu hingga dua jam, sambil direbus itu dimasukkanlah bumbu-bumbunya, kata Aad menjelaskan.

"Bumbu untuk membuat kalio langkitang terdiri dari bawang merah, bawang putih, daun bawang, kunyit, temulawak dan masih banyak lagi, langkitang ini memiliki rasa yang enak" sebutnya.

Aad mengatakan bahwa langkitang merupakan makanan khas Minang, sehingga sangat langka kecuali di bagian tepi pantai Padang, rata-rata penjualannya lebih kurang 100 bungkus per harinya dengan harga Rp5.000 per bungkus. Pendapatan mencapai 300 ribu hingga 400 ribu per harinya.

"Saya berjualan di sini mulai dari pukul empat sore hingga pukul tujuh malam," katanya.

Pria berperawakan tinggi ini mengaku hanya berjualan langkitang selama bulan ramadan, artinya ia berjualan langkitang khusus pada bulan ramadan. Pekerjaan sehari-harinya sebagai supir truk antar pulau Sumatera-Jawa.

Dia mengungkapkan sudah lebih dari enam tahun berjualan langkitang di simpang Anduring itu. Alasannya berjualan langkitang hanya pada bulan ramadan dikarenakan jika tetap bekerja sebagai supir truk maka bisa dipastikan ia Lebaran nantinya berada didalam perjalanan.

"Saya ingin ketika Lebaran selalu dapat berkumpul dengan keluarga bersama-sama, karena itu sudah lebih dari enam tahun saya berjualan langkitang di sekitar sini, tetapi pada hari biasa saya tetap bekerja sebagai supir," ujarnya.

Ia mengatakan memiliki dua orang anak yaitu laki-laki dan perempuan. Salah satu anaknya baru memasuki Sekolah Dasar (SD) pada tahun ini, sedangkan anak yang kedua baru berumur satu setengah tahun. Untuk itu ia tidak mau anaknya jarang bertemu dengannya dikarenakan pekerjaan hariannya sebagai supir.

"Pekerjaan sehari-hari saya menuntut saya untuk selalu pergi meninggalkan anak dan istri, jarang pulang, terkadang saya sering rindu dengan anak dan isri, maka dari itu semenjak enam tahun lalu saya memutuskan untuk berjualan langkitang hanya pada bulan puasa, sehingga saya dapat berkumpul dengan keluarga selama ramadhan dan ketika lebaran," jelasnya.

Terkait itu, ia menambahkan bahwa orang tuanya sehari-hari juga bekerja sebagai penjual langkitang, buatan orang tuanya sudah dipasarkan ke berbagai daerah jika ada pesanan seperti ke Jakarta dan juga keluar negri seperti Malaysia dan Singapura.

"Sering ada yang pesan langkitang, untuk dibawa ke luar daerah sebagai oleh-oleh," kata dia.

Sementara itu, Lukman (39) warga Lubuk Lintah, Kota Padang, Sumbar mengatakan ia baru kali ini membeli langkitang sebagai menu "pabukoan" karena disepanjang jalan hanya melihat menu "pabukoan" yang hampir sama.

"Saya memutuskan untuk mampir dan membeli langkitang di sini, jarang ada penjual langkitang sampai ke simpang Anduring ini, biasanya kita dapat menemukan penjual langkitang pada sore hari di tepi pantai Padang," kata dia. 

Pewarta: Junisman
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016