Jakarta (ANTARA News) - Palestina adalah tanah yang diberkahi. Umat Islam meyakini bahwa Allah Yang Maha Suci telah menjadikan Palestina sebagai tempat turunnya risalah kenabian.

Tujuan hijrah (perpindahan) para Nabi Allah, kiblat pertama Muslim dan titik keberangkatan perjalanan Isra Miraj Nabi Muhammad SAW sebelum bertolak ke langit pada sekitar tahun 621 Masehi.

Peristiwa yang terakhir bahkan tertulis dalam kitab suci Umat Islam, Al Quran yang agung, dalam surat Al-Isra ayat 1.

Baitul Maqdis yang berada di Yerusalem merupakan saksi keberangkatan Nabi Muhammad SAW menghadap Allah Yang Maha Agung, karenanya menjadi satu dari tiga kota suci Umat Islam setelah Mekkah dan Madinah.

Ketika ajaran Islam mulai disyiarkan oleh Nabi Muhammad Shallahu alaihi wassalam (wahyu pertama diturunkan pada sekitar 611 M), Palestina berada di bawah kekuasaan imperium paganisme Romawi.

Sesuai dengan misi Islam, Palestina, yang kala itu menjadi bagian negeri Syam (kini merupakan Suriah, Palestina, Jordania dan Lebanon), kemudian dibebaskan dari kezaliman penguasa Romawi pada masa ke-Khalifahan Umar bin Khattab (634-644 M) dan selanjutnya berada dalam naungan kepemimpinan Islam selama 460 tahun.

Karen Amstrong dalam bukunya yang terbit pada 2001 berjudul "Holy War: The Crusades and Their Impact on Todays World" atau "Perang Suci: Perang Salib dan Dampaknya Pada Dunia Masa Kini" menulis bahwa selama Palestina di bawah penerapan hukum-hukum Islam, ketiga pemeluk agama, Islam, Nasrani dan Yahudi hidup berdampingan dalam kedamaian dan kesejahteraan.

Pada Juli 1099, suasana tersebut terusik oleh pasukan tentara Salib dari Eropa yang tiba di Yerusalem dan membantai 40.000 orang Yahudi dan Islam secara biadab.

Kunci gerbang Palestina kemudian berpindah ke tangan Panglima pasukan jihad Salahuddin Al-Ayubi yang membebaskan Palestina dari cengkeraman penguasa Eropa pada 1187, dan mengembalikan wilayah tersebut di bawah kepemimpinan Islam.



Protes

Palestina kini adalah palagan Umat Islam melawan penjajah Zionis Israel. Tanah yang damai dan makmur pada masa ke-Khilafahan Islam selama berabad-abad porak poranda oleh serangan bersenjata tentara Zionis Yahudi yang membunuh tidak hanya pasukan bersenjata tapi juga anak-anak, perempuan dan orang tua bangsa Palestina yang lemah.

Isu penjajahan atas Palestina telah lama tiba di meja perundingan Perserikatan Bangsa Bangsa dan para pemimpin negara kuat, seperti Amerika Serikat, Inggris dan Prancis.

Seluruh negosiasi, kesepakatan dan solusi dua negara untuk menghentikan kekerasan di Palestina dimentahkan oleh penjajah Israel dengan serangan militernya atas warga sipil Palestina yang hingga kini terus berlangsung, serta perampasan dua wilayah Palestina, Tepi Barat dan Yerusalem Timur untuk pembangunan permukiman ilegal.

Bagi Presiden Iran Hassan Rouhani tak ada jalan lain bagi rakyat Palestina untuk merebut Tanah Air dan kemerdekaan mereka selain terus menggencarkan "intifada" (perlawanan) terhadap penjajah Israel.

"Rakyat Palestina harus bersatu karena itulah satu-satunya cara untuk menunjukKan resistensi mereka," kata Rouhani, pada sesi penutupan Konferensi Internasional ke-6 untuk Mendukung Intifada Palestina yang berlangsung 21-22 Februari, di Teheran, Iran.

Menurut Presiden Rouhani, para orang tua Palestina harus mengajarkan anak-anak mereka tentang sejarah bahwa Palestina adalah Tanah Air mereka.

Pernyataan perlawanan terhadap Zionis Israel juga diserukan oleh Pemimpin Besar Iran, Ayatollah Ali Khamenei yang mempertanyakan semua upaya perundingan damai dan diplomasi yang sudah puluhan tahun dilakukan tanpa hasil.

Sementara itu, Ketua Parlemen Lebanon, Nabih Beri dengan tegas menyatakan bahwa solusi dua negara adalah dusta Israel karena kenyataannya Israel terus merampas tanah milik rakyat Palestina.

Pernyataan itu dikuatkan oleh Syech Naim Kasim, tokoh pemimpin Hizbullah, yang menyerukan perlawanan bersenjata terhadap Israel.

Seluruh ketua delegasi dari 80 negara yang menghadiri konferensi di Teheran itu menyuarakan protes keras atas pembangunan permukiman ilegal Yahudi di atas tanah penduduk Palestina di Tepi Barat dan Yerusaalem Timur. Mereka juga mengutuk legalisasi permukiman ilegal oleh Parlemen Israel.

Protes dan kritik keras atas gagasan solusi dua negara juga disuarakan oleh pihak Palestina. Ketua Parlemen Palestina, Salim Janun menegaskan perlunya perlawanan berlanjut terhadap Zionis Israel untuk mendapatkan kembali hak-hak bangsa Palestina yan selama ini dirampas oleh penjajah Palestinia.

Pernyataan ini juga diamini oleh Wakil Faksi Hamas dan Jihad Islam yang hadir dalam konferensi tersebut.



Kepemimpinan Islam

Tanah Palestina pernah jatuh dalam kekuasaan yang lalim, dan diselamatkan oleh pasukan Muslim di bawah kepemimpinan Islam yang kuat dan berdaulat.

Menurut Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Iffah Ainur Rochmah mengerahkan kekuatan militer dan menegakkan kepemimpinan atau Imamah Islam merupakan tindakan nyata yang dibutuhkan oleh Umat Islam untuk memerdekakan Palestina dari penjajahan Zionis.

"Otoritas Palestina sekarang ini tidak mungkin melawan kecanggihan senjata Israel dan aksi brutal mereka serta manuver politik mereka dengan negara-negara kuat di dunia karena bangsa Palestina sesungguhnya belum merdeka dan berdaulat," ujar dia seraya menambahkan bahwa kepemimpinan Islam memiliki kekuatan yang dapat mengenyahkan entitas Zionis Israel.

Dia menegaskan bahwa penyelesaian konflik di tanah suci Umat Islam itu dengan mendirikan dua negara bukan jalan kemenangan bagi bangsa Palestina.

"Sejak awal Hizbut Tahrir menolak solusi dua negara karena dengan demikian kita juga harus mengakui Israel sebagai negara, padahal mereka telah merampas tanah Palestina dan membantai rakyat Palestina," tegasnya.

Dia menerangkan bahwa kepemimpinan Islam, yang dalam khazanah Islam dikenal dengan Khilafah Islamiyah, memiliki kekuatan politik dan militer sekaligus untuk mengemban misi penerapan syariat Islam agar rahmat bagi seluruh alam semesta dapat terwujud.

Pembebasan Palestina dari kekuasaan yang bengis ke dalam kepemimpinan yang adil terjadi ribuan tahun yang lalu, sementara penjajahan Zionis Yahudi atas warga sipil yang tidak berdaya masih terjadi di Palestina, bahkan di saat perjuangan hak-hak asasi manusia menjadi kampanye global.

Maka, tak salah jika Umat Islam kini menanti pembebasan Palestina oleh kekuatan kepemimpinan Islam karena itulah yang telah terbukti berhasil membawa kedamaian dan kesejahteraan bagi rakyat Palestina selama ribuan tahun, namun sayangnya belum pernah diupayakan di zaman moderen ini.

Oleh Bambang Purwanto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017