Bandung (ANTARA News) - Industri kerajinan kulit di Kabupaten Garut, Jawa Barat, terganggu produksinya akibat garam yang digunakan untuk proses pembuatan bahan baku kulit setengah jadi langka di pasaran termasuk dari daerah pemasok Kabupaten Cirebon.

"Kalau garamnya mahal apalagi sampai tidak ada barang, tentu jadi masalah buat penyamakan kulit," kata Wakil Ketua Bidang Pemerintahan Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia (APKI) Kabupaten Garut, Sukandar, kepada wartawan di Garut, pertengahan pekan ini.

Ia menuturkan, Kabupaten Garut merupakan kawasan industri kerajinan kulit, tercatat ada 320 pengusaha penyamakan kulit yang ada di Sukaregang, Garut Kota.

Menurut dia, kebutuhan garam per bulannya rata-rata mencapai 120 ton, bahkan akan meningkat tiga kali lipat ketika Hari Raya Idul Adha, karena stok bahan baku kulit melimpah.

"Kebutuhan garam saat Idul Adha bisa meningkat sampai tiga kali lipat," katanya.

Ia menyampaikan, selama ini ketersediaan garam langka dari daerah pemasok, kalau pun ada harganya naik 400 persen dari Rp1.100 menjadi Rp5.000 per kilogram.

Ia menjelaskan, kenaikan harga garam telah memberatkan biaya produksi sehingga menimbulkan kerugian bagi para pengusaha penyamakan kulit di Garut.

"Kami tentu kebingungan dengan kondisi saat ini, karena ini (garam naik) yang sangat tinggi baru pertama kali terjadi," katanya.

Ia menambahkan, biasanya kenaikan harga garam tidak terlalu tinggi, sedangkan saat ini mencapai Rp5.000 dan berlangsung cukup lama.

Ia menjelaskan, garam merupakan bahan utama untuk proses pembuatan bahan baku kulit atau pengawetan bahan setengah jadi, jika tidak diberi garam maka kulit akan membusuk.

"Garam sangat penting, ketika harga naik maka akan berefek pada harga kulit, akibatnya mengurangi keuntungan penyamak," katanya.

Ia berharap, pasokan dan harga garam dapat kembali normal agar produksi bahan baku kulit tidak mengalami kerugian.

"Mudah-mudahan harga garam secepatnya normal," katanya.

(Baca juga: Garam langka paksa perajin kulit di Garut manfaatkan bekas pakai)

Pewarta: Feri Purnama
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017