Samarinda (ANTARA News) - Kelompok pecinta lingkungan di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, terus bergerak melakukan restorasi Sungai Karang Mumus, karena hingga kini sungai sepanjang 34,7 kilometer tersebut masih dijadikan tempat pembuangan sampah.

"Restorasi sungai hingga kini terus berjalan. Bahkan semakin banyak warga, komunitas serta instansi pemerintah yang memberikan dukungan kepada kami," ujar Ketua Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) Samarinda, Misman di Samarinda, Senin.

Ia mengaku bersyukur karena dukungan dari berbagai pihak bukan sekadar untuk memungut sampah yang dibuang warga ke sungai, namun dukungan lainnya yang sangat penting adalah melakukan penanaman pohon dan pendidikan restorasi sungai melalui Sekolah Sungai.

Sekolah Sungai gagasan GMSS-SKM merupakan sekolah alam yang khusus memberikan pembekalan kepada masyarakat tentang arti dan pentingnya sungai, sehingga warga belajar bukan sekedar mendapat teori tentang garis sempadan, rifarian, maupun sejarah peradaban manusia yang diawali dari sungai.

Namun warga belajar juga diajak praktik merawat sungai seperti memungut sampah, membantu pembibitan, menanam pohon, dan melindungi tumbuhan yang hidup di sisi kanan maupun kiri sungai.

Warga belajar bukan hanya dari siswa SD hingga SMA maupun yang sederajat, namun juga mahasiswa, masyarakat umum, pegawai, bahkan hingga pejabat pemerintah sekalipun, karena hingga kini pembelajaran tentang fungsi sungai umumnya masih minim, termasuk minimnya pengetahuan terhadap garis sempadan dan rifarian.

Ia meyakini melalui pembelajaran teori sekaligus praktik merawat sungai, maka dalam jangka panjang akan manfaatnya akan terasa, seperti secara perlahan jumlah warga yang membuang sampah ke sungai akan berkurang, rifarian atau tumbuhan di kanan kiri sungai terus bertambah.

Selain itu, garis sempadan yang merupakan ruang milik sungai diharapkan bertambah, karena ruang yang terdiri dari perbukitan dan rawa sesungguhnya kawasan hak sungai, bukan milik kelompok, apalagi milik pribadi sehingga keberadaannya tidak boleh diganggu siapapun.

"Rawa dekat sungai tidak boleh diuruk untuk didirikan bangunan, apapun alasannya karena hal itu merusak ruang sungai yang bisa berakibat fatal seperti banjir saat penghujan akibat ruang yang seharusnya menjadi tangkapan air, telah dihilangkan dan beralih fungsi," katanya.

Misman juga mengaku bahwa setiap hari selalu ada komunitas, perorangan, maupun lembaga yang datang ke Sekretariat GMSS-SKM untuk bersama merawat sungai baik dalam bentuk memungut sampah, membantu pembibitan pohon yang akan ditanam di pinggir sungai, maupun bentuk lain demi kebaikan sungai.

"Hampir tiap hari ada yang merawat sungai bersama kami, seperti Sabtu lalu ada 150 mahasiswa Unmul bersama empat dosen belajar restorasi sungai, dilanjutkan menanam pohon dan membersihkan perkampungan, hari Minggu kemarin juga ada mahasiswa Widyagama," kata Misman.

Pewarta: M.Ghofar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017