Jakarta (ANTARA News) - Komunitas seni yang terdiri dari penyair, penulis, peneliti dan jurnalis mendorong kebangkitan penyair sastra di seluruh provinsi se-Indoneia melalui serial 34 buku.

"Sebanyak 170 penyair, penulis, peneliti dan jurnalis dari 34 provinsi bangkit bersatu dalam serial karya 34 buku," kata pegiat sastra Denny JA di Jakarta Selasa.

Denny mengatakan satu buku dari satu provinsi yang mengekspresikan lima kisah menggambarkan isu sosial provinsi.

Denny menyebutkan seluruh anggota komunitas penyair dan penulis sastra menggunakan media puisi esai terdiri dari 2.000 kata yang terdapat cerita drama dan catatan pada bagian kaki seperti cerita pendek atau makalah.

Denny menjelaskan puisi esai yang terdapat catatan kaki sebagai referensi tentang kisah nyata isu sosial dalam bentuk puisi.

"Ini semacam historical fiction pada dunia puisi, namun yang utama puisi ini tetap fiksi yang mengekspresikan sisi batin manusia," ujar Denny.

Sejauh ini, Denny yang dianggap penggagas pusi esai telah menulis serial tulisan yang membahas isu pada setiap bait puisi.

"Sudah siap terbit 18 (tulisan) provinsi lengkap, yang lain masih proses edit," tutur Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) itu.

Denny tersanjung dengan kondisi batin Indonesia dari Aceh hingga Papua seperti puisi asal Aceh menggambarkan luka seorang pelaku akibat konflik pemerintah dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Kemudian puisi dari Papua mengisahkan ayah bersama seorang anaknya di Suku Konawai yang berjalan melintasi hutan selama 10 jam untuk menjalani pengobatan.

Denny menganalisa tiga faktor kebangkitan penyiar di Indonesia yakni pertama pegiat sastra berkarya membuat puisi melampaui fungsi tradisionalnya.

Kedua, gerakan sastra yang beraliran "civil society", bekerja secara mandiri atau tanpa bantuan pemerintah, dana asing dan pihak swasta lainnya.

Ketiga, gerakan kebangkitan penyiar Indonesia juga membangkitkan penulis lokal yang menceritkan kondisi di daerah provinsinya.

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018