Penggalangan dana publik ini kami lakukan melalui kartu Solidaritas Anti Korupsi dan Intoleransi (Sakti). Targetnya, ngumpulin Rp1 triliun."
Semarang (ANTARA News) - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menargetkan penggalangan dana publik yang dilakukannya mencapai Rp1 triliun dalam menghadapi Pemilihan Umum 2019.

"Penggalangan dana publik ini kami lakukan melalui kartu Solidaritas Anti Korupsi dan Intoleransi (Sakti). Targetnya, ngumpulin Rp1 triliun," kata Ketua Umum DPP PSI Grace Natalie di Semarang, Jumat.

Menurut dia, publik bisa ikut menyumbang dengan membeli kartu Sakti yang dipergunakan untuk mendanai sosialisasi calon anggota legislatif (caleg) dan saksi pada Pemilu mendatang.

Diyakininya, sistem kartu Sakti itu bisa mengubah pola masyarakat yang selama ini selalu meminta imbalan dalam setiap perhelatan pemilu agar berkembang sikap partisipatif publik.

"Selama ini, setidaknya ada beberapa faktor yang menentukan orang bisa masuk politik. Pertama, darah biru atau punya koneksi politik, kedua punya uang. Namun, uang juga tidak menjamin," katanya.

Ia mengaku saat bergabung dengan lembaga konsultan politik pernah menemui sosok bupati yang secara integritas baik dan mumpuni, tetapi ketika mau mencalonkan lagi harus membayar belasan miliar rupiah.

"Kami ingin praktik-praktik seperti ini dihilangkan. Dengan menyumbang, donatur juga punya hak untuk turut menentukan arah kebijakan partai dan kader PSI yang duduk sebagai wakil rakyat," katanya.

Grace menegaskan PSI tetap mengedepankan transparansi dalam pengelolaan partai, termasuk sumber dana yang masuk ke parpol yang akan dilaporkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Termasuk, kata dia, transparansi kinerja kader yang duduk di legislatif dengan menggunakan kecanggihan teknologi sehingga masyarakat bisa mengawasi kinerja wakilnya di legislatif.

"Jadi, nanti ada semacam tanda bintang seperti di aplikasi transportasi `online`. Kalau terus menerus mendapatkan keluhan, akan ditegur, hingga di-recall dengan mekanisme pergantian antarwaktu (PAW)," katanya.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018