Jakarta (ANTARA News) - Terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka peluang adanya calon independen dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) berkaitan dengan Pilkada DKI Jakarta yang telah berlangsung, maka pakar komunikasi politik DR Effendi Gazali menilai bahwa keputusan untuk menunda pilkada ada di tangan rakyat. "Rakyat perlu ditanya, apakah mereka ingin meneruskan Pilkada dengan jadwal sekarang atau diundur," kata dosen Universitas Indonesia (UI), ketika ditemui di Galeri Cemara, Jakarta, Selasa. Dengan hanya melakukan survei terhadap masyarakat tanpa melakukan referendum, menurut Effendi yang sukses menggagas sejumlah parodi politik di televisi, sudah dapat dilihat aspirasi rakyat apakah jadwal Pilkada Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta saat ini harus diundur. "Salah besar kalau survei dinilai tidak mampu mewakili rakyat," katanya. Rakyat, terutama mereka yang punya hak pilih namun belum terdaftar yang berjumlah lebih dari satu juta orang, disebut Effendi sebagai pihak yang paling berhak menentukan apakah mereka ingin Pilkada diundur untuk mengakomodir calon independen, sebagaimana putusan MK yang dikeluarkan di Jakarta, Senin (23/7). Sementara itu, praktisi hukum Todung Mulya Lubis berpendapat, jika Pilkada DKI Jakarta tidak diundur, maka dapat menimbulkan masalah karena putusan MK sudah terbit. Todung menilai, putusan MK yang terlambat bagi Pilkada DKI Jakarta itu karenaoleh kekurangseriusan dalam menegakkan demokrasi, mengingat harusnya peninjauan kembali Undang-Undang (UU) Nomor 23/2004 tentang Pemerintahan Daerah tersebut harus diprioritaskan, agar tidak ada daerah dan calon independen yang menjadi korban. "Sepertinya, ada satu konspirasi yang memungkinkan tidak ada calon independen dalam Pilkada nanti," katanya. Jika Pilkada tidak diundur untuk mengakomodir calon independen tersebut, maka menurut Lubis, akan menyebabkan masyarakat kehilangan kesempatan untuk memilih calon independen yang mungkin lebih baik baik dari calon yang ada sekarang. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007