Jakarta (ANTARA News) -  Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) terhadap vonis hukumannya, meminta hakim membebaskan dia dari seluruh hukuman.

"Dengan adanya kekhilafan hakim serta novum yang kami ajukan mohon kiranya bapak Ketua Mahkamah Agung cq majelis Hakim Agung perkara PK berkenan menerima dan membenarkan alasan PK ini serta memutuskan menerima permohonan PK ini," kata Jero Wacik di dalam sidang permohonan PK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.

Pada 9 Februari 2016, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhi Jero Wacik vonis penjara empat tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti Rp5,073 miliar subsider satu tahun kurungan karena terbukti menyalahgunakan Dana Operasional Menteri (DOM) dan menerima gratifikasi. 
Terpidana kasus tindak pidana korupsi Jero Wacik menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (23/7/2018). Mantan Menteri ESDM itu mengajukan PK setelah dijatuhi hukuman delapan tahun penjara oleh Mahkamah Agung di tingkat kasasi. (ANTARA /Hafidz Mubarak A)

 
Mahkamah Agung pada 24 Oktober 2016 memperberat hukumannya menjadi delapan tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti Rp5,073 miliar subsider dua bulan kurungan.

Pengacara Jero, Sugiyono, mengatakan kliennya tidak terbukti melakukan korupsi sebagaimana dakwaan penuntut umum dan meminta hakim membebaskan kliennya dari semua tuntutan hukum serta mengembalikan seluruh harta pemohon yang diserahkan kepada KPK karena tidak ada kerugian keuangan negara dalam perkara kliennya.

Jero Wacik dalam sidang tersebut setidaknya membacakan 10 novum (bukti baru) yang ia ajukan sebagai dasar untuk mengajukan PK.

"Kekhilafan hakim sejak awal saya ditetapkan tersangka. Melakukan pemerasan terhadap bawahan di Kementerian ESDM, penetapan tanpa barang bukti yang cukup dan hanya berdasarkan katanya Sekjen ESDM Waryono Karno atas perintah menteri dan juga dibantah ada perintah itu. Tuduhan itu tidak terbukti," tambah Jero.

Jero selanjutnya menyebutkan kesaksian Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 14 Januari 2016 bahwa pengambilan DOM, penggunaan DOM dan pertanggungjawaban DOM oleh Jero selaku menteri pada periode 2008-2011 sesuai dengan peraturan yang sah.

"Maka mestinya saya tidak dihukum baik hukuman badan maupun uang pengganti," ungkap Jero.

Jero juga mengutip kesaksian tertulis Ketua Umum Partai Demokrat yang saat itu menjabat sebagai Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhyono dalam pernyaataan tertulis.

"Presiden SBY juga membuat kesaksikan meringankan tertulis dibaca majelis hakim. Beliau memberikan kesaksian meringankan, sangat tidak masuk akal dan aneh hakim mengabaikan kesaksian Beliau itu yang notabenenya Presiden dan Wapres adalah atasan saya yang ketika itu saya menjabat menteri Pariwisata 2004-2011 dan Menteri ESDM 2011-2014," jelas Jero.

"Kepada teman-teman saya di seluruh Indonesia mohon doanya agar PK saya berhasil, agar tidak lama lagi saya keluar karena sudah hampir empat tahun saya ditahan," ungkap Jero.

Dalam perkara ini, Jero dinyatakan terbukti dalam tiga dakwaan.

Dalam dakwaan pertama, hakim menilai bahwa DOM yang disalahgunakan hanyalah DOM yang digunakan untuk kepentingan keluarga Jero yaitu senilai total Rp1,071 miliar, berbeda dengan keyakinan jaksa KPK yang menilai ada penyelewenangan Rp7,33 miliar oleh Jero dan Rp1,071 miliar oleh keluarganya selama dia menjabat sebagai Menbudpar pada 2008-2011.
   
Pada dakwaan kedua, hakim hanya menilai bahwa selama menjadi Menteri ESDM pada November 2011 hinga Februari 2013, Jero mengambil DOM lebih dari peruntukkannya yaitu hingga Rp3,3 miliar.
   
Sedangkan dalam dakwaan ketiga, Jero dinilai terbukti menerima Rp349 juta dari komisaris utama grup perusahaan PT Trinergi Mandiri Internasional yang juga Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Pertambangan Kamar Dagang dan Industri Indonesia Herman Afif Kusumo untuk membayari perayaan ulang tahunnya pada 24 April 2012 di Hotel Dharmawangsa.

 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018