Jakarta, 1/8 (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyebut tawaran PT Pertamina (Persero) di Blok Rokan, Riau, lebih baik dibanding Chevron yang telah mengelola blok migas tersebut sejak 1971.

Ia membenarkan pernyataan Menteri ESDM Ignasius Jonan terkait penyerahan pengelolaan Blok Rokan kepada Pertamina mulai 2021.

"Katanya Jonan (Menteri ESDM) lebih kecil tawarannya (Chevron) dari Pertamina. Ya kalau bisnis kan (hubungannya) `business to business` ya biarkan saja mereka nego," kata Luhut dalam acara Afternoon Tea bersama wartawan di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, jika tawaran Pertamina lebih baik dari Chevron, tentu tidak ada alasan tidak memberikan blok migas itu kepada badan usaha milik Indonesia tersebut.

Terlebih lagi, Blok Rokan masih menyimpan cadangan migas besar yang potensial bagi perekonomian nasional di masa depan.

"Rokan itu masih punya 1,2 miliar barel minyak, bisa lebih lagi nanti kalau ditambah dengan teknologi yang ada untuk 25 tahun ke depan. Jadi itu satu aset yang sangat besar," ungkapnya.

Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengungkapkan latar belakang pemerintah memutuskan memilih PT Pertamina (Persero) sebagai pengelola Blok Rokan di Riau mulai 2021.

Ada empat dasar pertimbangan yang diambil setelah mengevaluasi proposal yang diajukan oleh perusahaan milik negara tersebut yakni bonus tanda tangan (signature bonus), komitmen kerja pasti, pontensi pendapatan negara, dan diskresi Menteri ESDM.

Pertama, Pertamina dalam proposalnya telah mengajukan bonus tanda tangan sebesar 784 juta dolar AS atau sekitar Rp11,3 triliun. Bonus tanda tangan ini akan masuk ke kas negara.

Kedua, besaran nilai komitmen kerja pasti untuk investasi yang diberikan oleh Pertamina selama 5 tahun awal senilai 500 juta dolar atau sekitar Rp7,2 triliun.

Ketiga, meningkatnya potensi pendapatan negara selama 20 tahun negara setelah mendapatkan potensi pemasukan sebesar 57 miliar dolar atau sekitar Rp825 triliun rupiah.

"Insya Allah potensi pendapatan ini bisa menjadi pendapatan dan kebaikan bagi kita bangsa Indonesia," kata Arcandra.

Keempat, diskresi Menteri ESDM. Keputusan diskresi ini didasarkan dengan perubahan sistem fiskal dari Cost Recovery menjadi Gross Split.

"Karena ini Gross Split, Pertamina meminta diskresi sebesar delapan persen dan Pemerintah sepakat usulan tersebut," ujar Arcandra.

Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018