Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sumarsono mengaku dikonfirmasi soal regulasi peraturan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA).

Menurut Sumarsono, regulasi maupun mekanisme mengenai DOKA tersebut di bawah Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri.

"KPK itu ingin mengetahui bagaimana regulasi peraturan mengenai otsus kemudian dananya disalurkan mekanismenya seperti apa , sekitar itu kira-kira. Kemudian, mungkin lagi mencari-cari bentuk bedanya dengan dana lainnya seperti apa dan itu lebih banyak teman Ditjen Keuangan Daerah," kata Sumarsono usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

KPK memeriksa Sumarsono sebagai saksi untuk tersangka Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf dalam kasus penerimaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Tahun Anggaran 2018 pada Provinsi Aceh.

Selain itu dalam pemeriksaannya, Sumarsono juga mengaku dikonfirmasi pengetahuannya soal Wali Nanggroe dan Syariat Islam di Aceh.

"Kemudian apa itu Wali Nanggroe, Syariat Islam, perbedaannya apa dengan daerah lain. Otonomi daerah dibanding otonomi khusus bedanya apa seperti apa," ungkap Sumarsono.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa pengalokasian DOKA tersebut memang diperlukan peraturan dari gubernur.

"Dana otsus itu memang untuk alokasinya memerlukan peraturan gubernur. Jadi, gubernur memiliki juga `power`," kata Sumarsono.

Diduga sebagai penerima dalam kasus itu adalah Irwandi Yusuf, Hendri Yuzal, dan Teuku Saiful Bahri. Sedangkan diduga sebagai pemberi Ahmadi.

Diduga pemberian oleh Bupati Bener Meriah kepada Gubernur Aceh sebesar Rp500 juta bagian dari Rp1,5 miliar yang diminta Gubernur Aceh terkait "fee" ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) pada Provinsi Aceh Tahun Anggaran 2018.

Pemberian tersebut merupakan bagian dari komitmen "fee" delapan persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh dari setiap proyek yang dibiayai dari dana DOKA.

Adapun pemberian kepada Gubernur dilakukan melalui orang-orang dekat Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah yang bertindak sebagai perantara.

KPK pun masih mendalami dugaan penerimaan-penerimaan sebelumnya.

Dalam kegiatan operasi tangkap tangan terkait kasus itu, KPK total mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu uang sebesar Rp50 juta dalam pecahan seratus ribu rupiah, bukti transaksi perbankan Bank BCA dan Bank Mandiri, dan catatan proyek.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Ahmadi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Irwandi Yusuf, Hendri Yuzal, dan Teuku Saiful Bahri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018