Aden, Yaman, (ANTARANews) - Untuk pertama kali, Ahmed Obeid --ayah empat anak-- tak bisa mempersiapkan perayaan Idul Adha karena perang yang berkecamuk memaksa dia dan ribuan orang Yaman meninggalkan rumah mereka.

Mereka berada di berbagai daerah yang dicabik perang dan mengungsi di provinsi lain yang aman di negara Arab yang miskin tersebut.

Keluarga Yaman dulu biasa mulai mempersiapkan dan berbelanja untuk menikmat Idul Adha, Hari Raya keagamaan terbesar kedua buat umat Muslim, dirayakan di seluruh negeri tersebut pada Selasa.

Tapi tahun ini, ribuan orang menderita akibat terusir dan tak ada persiapan yang bisa mereka buat untuk menyambut Idul Adha, saat sebagian keluarga berjuang untuk selamat dari kelaparan dan penyakit setelah mereka meninggalkan gedung tempat tinggal mereka.

Obeid, yang berdiri bersama empat anaknya di samping tenda mereka di kamp pengungsi dalam negeri di pinggir Provinsi Aden, mengatakan kepada Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa siang-- tak ada tempat bagi kebahagiaan untuk menikmati Hari Raya tahun ini.

"Ini adalah Id pertama yang saya jalani tanpa keluarga tercinta. Perang melucuti hak kami untuk berada di dalam rumah kami guna menyambut Idul Adha secara damai dengan kebahagiaan seperti tahun-tahun lalu," katanya.

Ia mengatakan bahwa sebagian besar keluarga yang menjadi pengungsi tak memiliki sumber keuangan dan tidak menerima pakaian baru buat anak mereka dari organisasi bantuan.

"Sebagian anak di dalam tenda ini menangis dan meminta ibu mereka membelikan mereka pakaian baru Id dan tidak tahu bahwa semuanya berubah dan mereka tidak mempunyai rumah," katanya.

Idul Adha tahun ini tak berarti apa-apa buat warga Yaman yang terusir dan tinggal dalam kemelaratan, katanya. Ia menambahkan, "Menghentikan perang buruk ini dan pertumpahan darah akan menjadi perayaan kami yang sesungguhnya. Pemboman dan pertempuran menghancurkan semuanya yang indah di negeri kami."

Di provinsi lain Yaman termasuk Kota Pantai Laut Merah Hodeidah, perang masih berkecamuk antara pasukan pemerintah --yang didukung koalisi Arab pimpinan Arab Saudi-- dan petempur Syiah Al-Houthi bahkan selama liburan Idul Adha.

Sebagian keluarga di Hodeidah mendesak pihak yang berperang agar mencapai gencatan senjata untuk memberi rakay kesempatan merayakan Idul Adha bersama anak mereka tanpa ketakutan dan pemboman membabi-buta, tapi tak ada tanggapan bagi seruan mereka.

"Semua pihak yang berperang tidak peduli dengan penderitaan kami dan hanya mencari kemenangan serta merampas daerah kami," kata Fuad Saleh, orang yang mengungsi di dalam negerinya dan tiba di Aden pada Senin (20/8).

"Hari besar Islam tak berarti apa-apa buat para pemimpin perang yang datang dari provinsi lain dan memaksa kami meninggalkan harta serta rumah kami selama hari besar Idul Adha," kata Fuad.

"Kebanyakan komandan militer dan pemimpin Al-Houthi bukan berasal dari Hodeidah dan keluarga mereka berada di tempat aman dan mereka datang cuma untuk menghancurkan daerah kami," ia mengatakan dengan marah.

Ia menambahkan bahwa "meninggalkan rumah kami adalah perbuatan yang sangat menyakitkan tapi para pemimpin militer itu tidak mengalaminya dan tidak tahu apa itu mengungsi".

Lebih dari 121.000 warga telah menyelamatkan diri dari Kota Hodeidah, yang dicabik perang, dan bagian lain provinsi tersebut sejak 1 Juni, kata PBB pekan lalu.

 

Pewarta: Antara
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2018