Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Jambi 2016-2021 non-aktif Zumi Zola membantah bahwa ia membentuk tim pengumpulan komisi (fee) untuk membiayai keperluannya dan keluarganya.

"Tidak ada pembentukan tim untuk mengumpulkan fee (komisi) tapi memang saya minta Apif membantu saya untuk mencari info PNS-PNS mana yang menjadi lawan politik saya karena maklum, saya melawan incumbent dan saya tidak bisa bekerja dengan lawan politik," kata Zumi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIpikor) Jakarta, Kamis.

Zumi dalam perkara ini didakwa menerima gratifikasi Rp40,477 miliar ditambah 177,3 ribu dolar AS (sekira Rp2,594 miliar) serta 100 ribu dolar Singapura (sekira Rp1,067 miliar) sehingga totalnya mencapai Rp44,138 miliar dan mobil Alphard serta menyuap anggota DPRD Jambi senilai Rp16,49 miliar.

Apif yang dimaksud adalah Apif Firmansyah yaitu bendahara tim sukses pemilihan Gubernur Jambi sekaligus sebagai asisten pribadi Zumi Zola yang salah satu tugasnya adalah mencari dana untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan Zumi serta keluarganya.

Dalam dakwaan, Zumi menugaskan Apif;  Direktur PT Arta Graha Persada Imaduddin alias Iim; mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) provinsi Jambi Dody Irawan; Asrul Pandapotan Sihotang yang merupakan teman kuliah serta tim sukses Zumi; serta mantan kepala Bidang Bina Marga PUPR Arfan untuk mengumpulkan fee ijon dari para rekanan.

Uang tersebut dalam surat dakwaan mencapai total Rp44,138 miliar yang digunakan untuk berbagai keperluan mulai dari urusan politik Partai Amanat Nasional (PAN) yang mengusung Zumi Zola, kampanye Zumi Laza yaitu adik Zumi Zola, pembayaran hewan kurban hingga pelunasan action figure koleksi Zumi Zola.

Namun uang tersebut ada juga yang diberikan kepada 55 orang anggota dan pimpinan DPRD Jambi 2014-2019 senilai Rp16,49 miliar sebagai uang ketok palu yaitu agar menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Perda) APBD TA 2017 menjadi Perda APBD TA 2017 dan Raperda APBD TA 2018 menjadi Perda APBD TA 2018.

"Informasi ketok palu dari Pak Apif ke saya lalu dari Dody ke saya, makanya Pak Apif saya minta kerja sama dengan Dody karena Pak Apif punya pengalaman dan kemampuan untuk berpolitik dengan anggota dewan. Awalnya dia infokan ke saya akan  melakukan pendekatan, tidak pakai uang tapi akhirnya beliau menyerah juga," ungkap Zumi.

Zumi juga membantah kesaksian Dody yang mengatakan bahwa ketika dipilih menjadi Kadis PUPR, Dody harus bersikap loyal, royal dan total kepada Zumi Zola.

"Tidak ada perintah loyal, royal dan total. Dalam pemilihan beliau melalui mekanisme lelang jabatan kepala daerah tidak bisa mengintervensi sampai 3 besar dan Apif saya minta untuk mencari apakah ada catatan dari tiga kandidat itu, lalu Farial ternyata ada catatan BPK lalu sedangkan Dody tidak ada catatan menurut Apif, jadi saya pilih Dody," tambah Zumi.

Namun Zumi menolak untuk menanggapi pengumpulan uang dan penyaluran uang yang dikumpulkan itu.

"Saya tidak bisa menanggapi uang yang  dikumpulkan kapan dan ke siapa, tapi saya bisa menanggapi uang ini untuk apa sudah ada di BAP penyidik. Saya akui ada untuk kepentingan adik saya mau menjadi calon wali kota Jambi, saya minta Apif untuk mensosialisaikan apa saja yang harus dilakukan karena maklum adik saya banyak di Jakarta dan sosialisasi pun diterjemahkan menjadi ambulans, kantor DPD PAN dan baliho," ungkap Zumi Zola.

Dalam dakwaan disebutkan uang digunakan untuk pembelian 2 unit mobil ambulans pada Maret 2016 senilai Rp274 juta, pembayaran 10 spanduk dan sewa 10 titik lokasi 'billboard' pada Maret 2016 guna perkenalan Zumi Laza sebagai calon wali kota Jambi 2018 sejumlah Rp70 juta serta pembayaran kekurangan sewa 2 tahun Kantor DPD PAN Kota Jambi sejumlah Rp60 juta.

Baca juga: Pemimpin dan anggota DPRD Jambi diperiksa KPK

Baca juga: KPK panggil ayah Zumi Zola

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018