Yogyakarta (ANTARA News) - Siapa tak kenal Candi Borobudur? Candi agama Buddha terbesar di dunia yang menjadi salah satu ikon pariwisata Indonesia dan pernah masuk menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia yang selalu ramai dikunjungi wisawatan lokal muapun mancanegara.

Namun, nama besar Candi Borobudur di Kabupaten Magelang Jawa Tengah itu rupanya belum berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi semua wilayah Kecamatan Borobudur yang terdiri dari 20 desa, dan tercatat beberapa desa di wilayah itu termasuk desa miskin, bahkan tertinggal.

Berdasarkan data, pendapatan per kapita Kecamatan Borobudur periode 2011-2015 hanya sebesar Rp7,7 juta yang menempatkan Borobudur di urutan enam dari 21 kecamatan di Kabupaten Magelang. Nilai itu jauh di bawah pendapatan Kecamatan Ngablak yang berlokasi di lereng Gunung Merbabu, yakni lebih dari Rp 11 juta.

Pendapatan kecamatan yang terletak di jantung pariwisata Magelang itu bahkan lebih rendah dari Kecamatan Srumbung yang letaknya di kaki Gunung Merapi yang mencapai Rp15,4 juta.

Kondisi itu pun menggelitik Menteri BUMN Rini Soemarno yang mengunjungi kawasan Candi Borobudur pada sekitar 2015 lalu. 

"Bagaimana bisa Borobudur yang sudah sangat terkenal di dunia, tetapi belum memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat di sekitarnya? Saya berpikir, ini tidak bisa lagi demikian, desa-desa di sekitarnya juga harus merasakan kemakmuran dari keberadaan Borobudur," kata Rini dalam pembukaan Sidang Umum ke-35 Dewan Perempuan Internasional (ICW) dan Temu Nasional Seribu Organisasi Perempuan Indonesia di Yogyakarta, 13 September 2018.

Berangkat dari pemikiran itu, salah satu menteri perempuan di Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo tersebut kemudian membentuk tim yang melibatkan semua BUMN yang berhubungan dengan pariwisata untuk mencari jalan agar terangnya Borobudur juga dapat dimanfaatkan semua desa.

Tercetuslah ide untuk menyatukan 20 desa itu sebagai penyedia jasa penginapan dengan memberikan nilai lebih berupa paket wisata yang menampilkan potensi keindahan alam dan budaya setempat melalui Balai Ekonomi Desa atau Balkondes.

Staf Khusus II Menteri BUMN Judith Dipodiputro mengatakan pembangunan Balkondes yang dimulai pada 2016 itu mengambil inspirasi dari penginapan berbasis masyarakat di Portugal, Pousadas de Portugal, dan di Spanyol, dua di antara negara-negara Eropa yang mengandalkan pariwisata sebagai sumber devisa mereka.

Melalui sinergi BUMN, terkumpullah 19 BUMN yang didapuk untuk mengembangkan satu Balkondes di setiap desa di wilayah Kecamatan Borobudur, yakni PLN di Ngadiharjo, Pertamina di Wringin Putih, TWC Borobudur di Ngaran 2, Bank Mandiri di Kenalan, Patra Jasa di Kembang Limus, PGN di Karangrejo, BNI di Wanurejo, Pegadaian di Ngargogondo, Telkom di Tuksongo, Angkasa Pura II di Tegal Arum, BTN di Karanganyar, Angkasa Pura 1 di Bigaran, Pembangunan Perumahan di Bumiharjo, Jasa Marga di Majaksingi, Jasa Rahardja di Giri Tengah, Hutama Karya di Kebonsari, PT PN Holding di Sambeng, dan BRI di Tanjungsari.

Sementara itu, satu desa, yakni Giripurno, belum dapat dibangun menjadi lokasi Balkondes karen atidak memiliki lahan desa yang bisa dipakai sebagai lokasi. Namun, BUMN siap untuk masuk membangun Balkondes apabila Giripurno telah sepakat menggunakan lahan pribadi dengan sistem sewa yang disepakati semua pihak.

Di tengah-tengah pembangunan Balkondes, rupanya 35 BUMN, termasuk para pengembang Balkondes, juga setuju menjadi sponsor perhelatan Sidang Umum Dewan ke-35 Perempuan Internasional (ICW) yang dilaksanakan di Yogyakarta dan dibarengi Temu Nasional Seribu Organisasi Perempuan Indonesia ang dihelat Kongres Wanita Indonesia (Kowani), ICW, dan didukung penuh oleh Kementerian BUMN dan 35 BUMN termasuk Kantor Berita Antara.
Kesempatan tersebut segera diambil Kementerian BUMN sebagai ajang mempromosikan Balkondes kepada para delagasi sidang umum ICW untuk melakukan kunjungan ke Candi Borobudur dengan menginap semalam di Balkondes, pada 18-19 September 2018.


Semalam di Balkondes

Sekitar seratus anggota delegasi dari India, Lebanon, Taiwan, Korea Selatan, Malta, Australia, Filandia, Prancis, Kanada, Afrika selatan, Guatemala, Turki, Tunisia, Swiss, Singapura, Amerika Serikat, Filipina, Selandia Baru, Belanda, dan Indonesia sebagai tuan rumah, bertolak dari Hotel Grand Inna Malioboro Yogyakarta menuju Balkondes Ngadiharjo binaan PLN sebagai lokasi penyambutan pada Selasa (18/9).

Hujan deras yang tiba-tiba menggutur acara makan malam di halaman terbuka itu tidak menghilangkan antusiasme dari para anggota delegasi untuk memainkan angklung bersama dengan dipandu grup musik Kertodipuro dari Magelang sebagai penutup sebelum para tamu menuju Balkondes tempat menginap masing-masing.

Satu grup yang terdiri dari 10 orang anggota delegasi dari Libanon, Tunisia, Swiss, Singapura, Australia, dan Kanada, pergi menginap di Balkondes Tuksongo binaan PT Telkom yang terletak sekitar dua km dari lokasi Candi Borobudur.

Balkondes Tuksongo telah menyiapkan rangkaian acara untuk dilakukan para delegasi yang menginap di sana, dari mulai dari acara ramah-tamah diiringi lagu karawitan dan musik gamelan sebelum menuju pondok masing-masing untuk beristirahat, hingga memetik daun tembakau di Rabu (19/9) pagi.

Menurut Manajer Umum Wilayah Telkom Magelang dan eks-Karisidenan Kedu Vera Pebrayenti, konsep yang ditawarkan Balkondes Tuksongo adalah penginapan bernuansa pedesaan, berteknologi digital.

Alih-alih mendapatkan kunci konvensional, para tamu delegasi ICW diberikan ponsel pintar dengan aplikasi khusus Balkondes Tuksongo yang sekaligus berfungsi sebagai remot TV, lampu dan penyejuk udara.

Pada Rabu pagi, para peserta dibangunkan dengan musik gamelan pengiring tari Gambyong sebelum menikamti sarapan yang terdiri dari menu Barat, seperti roti panggang, yoghurt, telur dadar, dan sosis goreng, serta menu khas Indonesia, seperti gudeg komplet, bubur sumsum, dan aneka rebusan umbi-umbian.

Selanjutnya, para peserta diajak membatik yang juga diprakarsai warga setempat, sementara mereka membatik, tari Gedruk khas wilayah Borobudur juga ditampilkan oleh pemuda desa. Semua penari Gedruk yang berarti "hentakan", memakai kostum buto cakil dan kaki mereka dipasangi serenteng lonceng kecil yang bergerimincing setiap kali mereka melangkah.

Menurut Kepala Desa Tuksongo Turkhamun, tari Gedruk menggambarkan bantuan para "buto apik" atau raksasa baik kepada petani untuk mengusir hama dari sawah mereka dengan menghentak-hentakan kaki.

Salah satu peserta dari Australia, Maureen Oborn, menyempatkan merekam video tari Gedruk untuk ditunjukkan kapada cucunya yang berumur 8 tahun saat dia ekmbali ke Melbourne, Australia.

Acara selanjutnya, para peserta diajak menanam aneka pohon buah-buahan di depan masing-masing pondok yang berada di Balkondes Tuksongo, mulai dari mangga, jambu, rambutan, hingga durian.

Salah satu peserta dari Kanada, Trish Masniuk, mengatakan hobinya memang berkebun sehingga aktivitas menanam pohon membuatnya sangat bersemangat. Trish dan anggota delegasi dari Singapura Anamah Tan menanam pohon mangga dan membubuhkan nama serta tanda tangan mereka di plakat pohon itu.

"Pohon ini akan tumbuh lebih tinggi dari atap pondok," kata Trish.

Setelah menanam pohon, para tamu berpinda ke sawah di samping Balkondes untuk memetik daun tembakau dengan aturan hanya daun keempat dari bawah yang boleh dipetik. Para peserta sangat antusias memakai sepatu boots dan caping untuk mengikuti aktivitas tersebut, meskipun beberapa orang sempat menolak melakukannya karena tembakau telah dilarang Badan Kesehatan Dunia (WHO). Bahkan, badan PBB itu juga mengampanyekan Hari Tanpa Tembakau Sedunia.

Salah satunya, Cosima Schenk dari Swiss, namun ia pun tergoda mencoba memetik daun tembakau itu dan berfoto.

"Mungkin pariwisata kelak akan membantu masyarakat ini untuk berhenti menanam tembakau," kata Cosima setelah mendengar cerita bahwa sawah di Tuksongo hanya ditanami padi di musim hujan dan tembakau di musik kemarau karena harga jualnya yang tinggi. 

Agenda berikutnya mengunjungi Sekolah Dasar Tuksongo 1 untuk melihat siswa-siswi SD bermain gamelan yang mulai diajarkan sebagai muatan lokal di SD tersebut. Delegasi ICW menumpang mobil VW dengan atap terbuka untuk menuju ke sana.

Setelah melihat aktivitas di SD tersebut, rombongan menuju Candi Borobudur untuk melihat keindahan candi secara dekat dan ditutup dengan makan siang bersama anggota delegasi yang menginap di 18 Balkondes lain.

Hampir semua anggota delagasi yang menginap di Balkondes Tuksongo menyampaikan kebahagiaan mereka dapat mengikuti program kunjungan sehari tersebut.

"Ini tempat yang bagus, banyak aktivitas yang bisa kami lakukan di sini. Kami akan kembali ke sini dengan mengajak saudara dan teman kami," kata Maureen Oborn, anggota ICW dari Australia yang membawa serta suaminya, Richard Oborn, untuk menikmati kunjungan ke Balkondes Tuksongo.


Pelita bagi desa

Kehadiran Balkondes terbukti menjadi pelita bagi  20 desa di Kecamatan Borobudur yang sebelumnya temaram karena terangnya Candi Borobudur belum dirasakan manfaatnya bagi perekonomian masyarakat.

Balkondes yang dibangun oleh BUMN pada akhirnya akan diserahkan kepada Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) untuk dikelola dan dikembangkan oleh masyarakat setempat.

Salah satu contoh yang baik telah ditunjukkan Balkondes Tuksongo, yang tak hanya memberikan penginapan berkonsep pedesaan, kenyamanan dan pelayanan selevel hotel berbintang tiga, aktivitas pariwisata yang bisa dilakukan keluarga, dan tak ketinggalan kecepatan internet yang mencapai 100 mbps di seluruh area penginapan.

Momentum kehadiran para anggota delegasi ICW harus diperatahankan bahkan ditingkatkan oleh masing-masing Balkondes agar pariwisata berbasis masyarakat itu bisa terus berkelanjutan dan keuntungannya bisa dirasakan seluruh warga.

BUMN memang telah membangun infrastruktur Balkondes, namun kini bola berada di tangan setiap anggota masyarakat desa melalui Bumdes sebagai pengelola. Masyarakat juga perlu berpartisipasi aktif untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku jasa pariwisata.

Momentum parwisata yang telah diciptakan melalui promosi kepada ibu-ibu dari 19 peserta Sidang Umum ICW ke-35 perlu dipertahankan dan bahkan ditingkatkan. Salah satunya melalui evaluasi yang sedikitnya ada tiga hal yang wajib diperbaiki untuk menunjang keberhasilan Balkondes di Borobudur sebagai tujuan wisata, yakni 3A: Access (akses menuju ke lokasi), Ameniteis (fasilitas penunjang kenyamanan), dan Attraction (atraksi).

Dengan sinergi pemerintah pusat dan daerah, BUMN dan Bumdes yang kompak, tak lama lagi Balkondes benar-benar akan menjadi pelita bagi perekonomian masyarakat setempat yang bersinar sejajar dengan kemegahan Candi Borobudur yang sudah terkenal jauh lebih dulu. *
 

Pewarta: Azizah Fitriyanti
Editor: Budi Setiawanto
Copyright © ANTARA 2018