Jakarta (ANTARA News) - Masyarakat pesisir dari sepuluh kawasan mangrove di Indonesia beserta perwakilan beberapa kementerian dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal dan nasional merekomendasikan peta jalan aksi mitigasi dan adaptasi guna mempercepat restorasi mangrove.

Rekomendasi, menurut Direktur Eksekutif Indonesian Climate Change Trust Fund (ICCTF) Tony Wagey, dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat, merupakan hasil dari lokakarya Identifikasi Faktor Kunci Sukses dan Keekonomian Restorasi Mangrove Berbasis Masyarakat yang menjadi masukan untuk merinci dan mengarusutamakan Kerangka Strategi Karbon Biru Indonesia atau Indonesia Blue Carbon Strategy Framework (IBCSF).

"Kerangka Strategi Karbon Biru Indonesia akan memuat berbagai elemen kunci percepatan investasi restorasi dan konservasi mangrove berkelanjutan mulai dari segi kelembagaan dan kebijakan, riset ilmiah, peningkatan kesadaran masyarakat akan dampak sosial dan ekonomi mangrove, hingga identifikasi model pendanaan yang efektif untuk mengimplementasikan IBCSF," ujar dia.

Rekomendasi peta jalan aksi berisi antara lain peningkatan upaya penyadartahuan akan manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi mangrove, termasuk dalam aspek pengurangan bencana alam dan iklim serta potensi terkait pasar karbon biru (blue carbon); penguatan koordinasi pemerintah pusat dan daerah melalui revitalisasi Kelompok Kerja Mangrove Nasional dan Daerah yang juga melibatkan lembaga riset dan perguruan tinggi.

Selain itu untuk konsolidasi pemerintah provinsi, kabupaten, dan desa untuk mengakselerasi perlindungan dan restorasi mangrove ke dalam perencanaan pembangunan dan tata ruang daerah; pengembangan model bisnis alternatif yang tepat dan ramah lingkungan guna menghindari degradasi mangrove lebih lanjut; penyusunan sistem informasi restorasi mangrove secara komprehensif, serta pembuatan jejaring nasional pegiat mangrove atau local champions dari berbagai daerah.

Rekomendasi, menurut dia, juga dihasilkan atas pemetaan tantangan yang dihadapi para pegiat mangrove di daerah mereka masing-masing, mengidentifikasi faktor kunci sukses, dan mendiskusikan perekonomian masyarakat berbasis mangrove.

Meskipun pemerintah, LSM, pihak swasta, dan masyarakat umum telah melakukan upaya restorasi mangrove, nyatanya masih ada beberapa masalah kunci yang belum terselesaikan. Misalnya, pemahaman masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan mangrove terhadap ekosistem mangrove relatif masih rendah sehingga mereka belum memandang mangrove sebagai ekosistem yang perlu dijaga dan dipulihkan.

Isu penguasaan tenurial juga menjadi tantangan tersendiri yang perlu diperjelas sebelum melakukan upaya restorasi mangrove, terutama jika masyarakat setempat memiliki ketergantungan ekonomi tinggi pada kawasan yang akan direstorasi. Selain melakukan penegakan hukum yang tegas, terutama di kawasan milik negara, aspek kemanusiaan juga tidak boleh dilupakan dalam pengambilan kebijakan.

Peranan pemangku kepentingan di tingkat tapak pun tidak kalah penting dalam upaya restorasi dan konservasi mangrove. Akan tetapi, menurut dia, masih ada permasalahan sumber daya manusia di tingkat daerah baik, misalnya dari segi keterbatasan kapasitas dan pengetahuan teknis. Keterbatasan pendanaan, misalnya karena tingginya biaya restorasi di beberapa lokasi, juga menjadi hal krusial, sehingga perlu dipetakan potensi pendanaan alternatif.

Kepala Badan Riset dan Observasi Laut (BROL) Kementerian Kelautan dan Perikanan I Nyoman Radiarta mengatakan rekomendasi tersebut sangat penting mengingat signifikansi peran ekosistem mangrove dalam upaya global menurunkan gas rumah kaca dengan fungsinya sebagai penyedia jasa lingkungan untuk menyimpan serta menangkap karbon (carbon storage and sequestration).

"Tak hanya itu, ekosistem mangrove juga memiliki fungsi ekologis dan ekonomis, antara lain sebagai pencegah intrusi air laut ke darat dan sebagai daerah pemijahan ikan (fish nursery ground)," ujar dia.

Selain menjadi masukan bagi pengembangan Indonesia Blue Carbon Strategy Framework (IBCSF), Manajer Inisiatif Laut Berkelanjutan WRI Indonesia Satrio Adi Wicaksono mengatakan rekomendasi ini juga diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam penyusunan berbagai Rencana Aksi Nasional Kebijakan Kelautan Indonesia (RAN KKI), Rencana Aksi Nasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (RAN TPB), serta pemutakhiran dokumen kontribusi nasional yang diniatkan (Nationally Determined Contribution/NDC).

"WRI Indonesia berharap rekomendasi tersebut mendukung upaya pemerintah dalam mempercepat upaya kolektif restorasi mangrove Indonesia," ujar dia.

Baca juga: LIPI: hadang tsunami dengan mangrove

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018