Jakarta (ANTARA News) - Wakil Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja mengaku tidak mengetahui soal pengurusan perizinan proyek Meikarta di Kabupaten Barat.

"Tidak ada, kalau saya sih tidak tahu apa-apa soal Meikarta," kata Eka usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

KPK pada Rabu memeriksa Eka sebagai saksi untuk tersangka Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS) dalam penyidikan kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta.

Ia pun mengaku tidak mengenal dengan pihak Lippo Group terkait proyek Meikarta itu.

"Oh tidak ada, saya tidak kenal mereka," ucap Eka.

Terkait pemeriksaan Eka, KPK mengkonfirmasi soal rangkaian proses perizinan proyek pembangunan Meikarta.

"Kalau posisinya dulu kan Wakil Bupati, tentu saja kami memandang yang bersangkutan mengetahui beberapa bagian dari rangkaian proses perizinan. Yang dimaksud adalah rekomendasi-rekomendasi sebelum IMB terbit, itu yang perlu didalami," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Untuk diketahui, Eka saat ini menjadi Plt Bupati Bekasi setelah Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin dinonaktifkan pasca ditetapkan sebagai tersangka kasus suap perizinan Meikarta tersebut.

"Kami juga mendalami sejauh mana pengetahuan dari saksi ini karena da juga sejumlah kepala dinas yang sudah dipanggil satu persatu dirinci untuk menemukan dan memastikan beberapa persoalan Meikarta," ucap Febri.

KPK total telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus itu antara lain Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN).

Selanjutnya, Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).

Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare. 

Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen "fee" fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT.

KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada  April, Mei, dan Juni 2018.

Adapun keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampah, hingga lahan makam.

Baca juga: KPK panggil lima saksi suap Meikarta
Baca juga: Pakar properti sebut pengembang suap birokrat jadi hal "lumrah"
Baca juga: KPK panggil Wakil Bupati Bekasi

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018