Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menekankan pentingnya menjerat korporasi yang terlibat tindak pidana korupsi.

"Pada waktu pertama saya mengikuti gelar perkara di KPK sebagai komisioner saya bilang waktu itu "kok dilakukan oleh perusahaan tetapi kenapa tidak pernah KPK itu tersangkakan korporasi" seumur-umur itu tidak ada," kata Syarif.

Hal tersebut dikatakannya dalam acara Dialog Kanal KPK dengan tema "Menjerat Korporasi" di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Padahal terkait tindak pidana korporasi itu, menurut Syarif sudah tertuang sangat jelas dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. 

"Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain bertindak dalam hubungan korporasi baik sendiri maupun bersama-sama," ucap Syarif.

Ia pun menceritakan bahwa dirinya juga sempat menghadap Ketua Mahkamah Agung sebelum diterbitkanya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi. 

"Saya menghadap Ketua MA dan Ketua MA bilang "ayo kita bikin bersama saja", kami undang Kejaksaan, undang Kepolisian. KPK dan MA akhirnya bisa seperti itu," ungkap Syarif.

Soal Perma itu, ia menegaskan bahwa salah satu inti dari pemberantasan tindak pidana korupsi itu adalah pengembalian uang. 

"Kalau kita lihat banyak sekali hilang. Kasus proyek KTP-e itu kerugian negaranya menurut BPKP Rp2,3 triliun kalau kita hanya hukum orangnya paling ada uang pengganti kan sebagian sudah menjadi bagian korporasi," kata dia.

Ia pun menyatakan bahwa sampai saat ini KPK telah menetapkan empat korporasi sebagai tersangka.

"Dan hari adalah hari pertama kami akan membacakan tuntutan terhadap PT DGI yang berubah jadi PT NKE. Ini hari bersejarah karena barusan KPK membacakan tuntutannya dan mudah-mudahan Pengadilan Jakarta Pusat berpihak kepada kebenaran dan sesuai dengan harapan KPK," tuturnya.

Baca juga: Walhi: SP3 berulang tunjukkan kejahatan lingkungan berlanjut
Baca juga: 518 korporasi terkait kejahatan lingkungan kena sanksi

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018