Jakarta (ANTARA News) - Kuasa Hukum terdakwa sopir mobil "Mercedes" yang menabrak pengendara motor di Solo, Joko Haryadi, mengapresiasi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Solo Jawa Tengah yang menolak gugatan perdata orang tua korban almarhum Eko Prasetyo, Suharto.

"Proses hukum (pidana) biarkan berjalan dulu saat ini," kata Joko Haryadi saat dihubungi dari Jakarta, Rabu.

Menurut dia, yang terpenting saat ini adalah keberlangsungan istri almarhum Eko dan anaknya dalam melanjutkan kehidupan dan menyongsong masa depan yang lebih baik.

"Prioritas utama beliau adalah jaminan hidup dan masa depan bagi keluarga almarhum Pak Eko. Dan semua itu sekarang sudah dilakukan," kata Joko Haryadi.

Pengadilan Negeri (PN) Solo menolak gugatan perdata yang diajukan oleh Suharto, ayah dari almarhum Eko Prasetyo, korban kecelakaan antara sepeda motor Honda Beat dengan mobil Mercedes.

Penolakan tersebut dilakukan oleh majelis hakim karena dalam pasal 98-101 KUHAP tentang penggabungan perkara gugatan ganti kerugian, yang berhak mengajukan seharusnya adalah ahli waris.

“Karena korban sudah menikah dan memiliki satu orang anak, maka ahli waris yang sah adalah istri dan anaknya. Kecuali korban masih lajang, maka ahli warisnya adalah orang tua. Begitu aturannya,” ujar Ketua Majelis Hakim, Krosbin Lumban Gaol saat membacakan alasan penolakan di PN Solo, Rabu.

Majelis Hakim juga mengungkapkan bahwa  ahli waris Eko, yakni istri dan anak, saat ini sudah menerima santunan.

“Sudah ada kesaksian dan surat peryataan kalau ahli waris sudah menerima ganti rugi dan santunan,” kata Krosbin.

Sidang kasus kecelakaan lalu lintas di Solo dengan terdakwa Iwan Adranacus ini menghadirkan beberapa saksi, diantaranya ahli hukum pidana, yakni Profesor Eddy O. S. Hiariej yang merupakan Guru Besar Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), Yogyakarta.

Eddy, saat dalam persidangan, menegaskan bahwa perkembangan hukum modern saat ini telah beralih dari yang bersifat retributif menuju restoratif, yakni proses penyelesaian hukum pidana yang menekankan kepada ganti rugi.

Semakin besar ganti rugi yang berhasil dikenakan, maka tuntutanya semakin sedikit dan sebaliknya, semakin kecil ganti rugi, maka tuntutannya semakin besar.

Meski begitu, ia mengatakan bahwa dalam hukum pidana, ganti rugi yang telah dilakukan oleh pelaku tidak serta merta menghapus hukuman pidana.

“Namun bisa menjadi pertimbangan bagi hakim dalam memberikan vonis,” ujarnya.

Oleh karena itu, pemberian keringanan hukuman dari ganti rugi yang diberikan juga harus menjadi perhatian dan pertimbangan bagi para penuntut umum dalam mengajukan tuntutan.

Menurut Eddy, di negara lain, penuntut umum tidak hanya bertugas melakukan penuntutan saja, tapi juga harus berperan sebagai pemimpin mediasi dari kedua belah pihak yang berperkara.

“Seperti di Belgia, penuntut umum itu mempunyai dua tugas yaitu melakukan penuntutan umum dan memimpin mediasi,” kata Eddy.

Selain Eddy, saksi yang dihadirkan dalam persidangan adalah Wahyu Fajar, yang memang dihadirkan oleh tim kuasa hukum Iwan.

Dalam persidangan Wahyu mengungkapkan bahwa Iwan telah memberikan dana duka dan santunan total sebesar Rp1,1 miliar dan telah diterima oleh ahli waris almarhum Eko, yaitu istrinya Dahlia Antari Wulaningrum.

Pemberian uang tersebut diberikan secara bertahap dalam bentuk cek, dimana tahap pertama diberikan pada 27 September 2018 di rumah orang tua Dahlia di Aspol Manahan.

"Tahap kedua diberikan di Ayam Resto Klodran pada 12 November lalu. Setelah itu ada surat pernyataan telah menerima santunan dan tidak akan menuntut terdakwa. Surat itu ditulis dan ditandatangani sendiri oleh ibu Lia,” kata Wahyu.

Wahyu juga mengungkapkan bahwa uang duka dan santunan sudah dicairkan oleh pihak keluarga Lia.

"Setelah kita cek di rekening, sudah ada nominal yang berkurang sebesar yang kita berikan, dan kita konfirmasi kepada ahli waris,” ungkapnya.

Kasus kecelakaan yang terjadi pada 22 Agustus 2018 yang mewaskan Eko Prasteyo, pengendara sepeda motor Honda Beat berpelat nomor AD 5435 OH ditabrak dari belakang mobil Mercedes Benz nopol AD 888 QQ yang dikemudikan oleh tersangka Iwan Adranacus (40) warga Jaten, Karanganyar, di Jalan KS Tubun Manahan Solo.

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018