Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan (KPK) telah menerima surat dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) soal permohonan menjadi tim panelis atau pakar debat pertama pada Pilpres 2019.

Surat tersebut perihal permohonan kesediaan menjadi tim panelis/pakar debat pertama pada Pemilu Tahun 2019.

Pada pokoknya, KPU meminta agar KPK bersedia menjadi panelis untuk debat pertama pada 17 Januari 2019 dengan tema hukum, hak asasi manusia, korupsi, dan terorisme. 

KPK pun menghargai permintaan KPU tersebut yang dipandang menunjukkan fokus KPU terhadap aspek antikorupsi sehingga meminta KPK terlibat langsung sebagai panelis tersebut.

KPK pun masih mempertimbangkan soal hadir atau tidak untuk menjadi tim panelis atau pakar debat pertama Pilpres 2019 itu dengan melihat aspek risiko independensi kelembagaan dan posisi sebagai institusi penegak hukum.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan bahwa KPK memutuskan akan terlibat secara substansi dalam rapat-rapat dan pembahasan materi debat yang akan dihadiri oleh para panelis, pakar atau ahli yang diundang oleh KPU RI.

Pada rapat-rapat tersebut, menurut Febri, KPK dapat menyampaikan poin-poin krusial yang perlu dibahas dan dimintakan pendapatnya pada para pasangan calon.

Namun, KPK belum memutuskan apakah akan hadir dalam kegiatan tersebut karena berbagai pertimbangan.


Tidak Hadir

KPK pun pada akhirnya memutuskan untuk tidak hadir sebagai panelis dalam acara debat tersebut.

"Ya, jadi sudah diputuskan oleh pimpinan KPK tidak akan hadir sebagai panelis dalam acara debat pada 17 Januari 2019," kata Febri kepada awak media di gedung KPK, Jakarta, Senin (7/1).

Terkait ketidakhadiran itu, KPK mempertimbangkan posisi sebagai penegak hukum dan juga menimbang risiko terhadap independensi kelembagaan KPK.

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo diminta menjadi salah satu panelis pada debat tersebut.

Agus menyatakan ketidakhadirannya itu agar tidak terkesan ditarik ke politik. Namun, kata dia, KPK siap berkontribusi dan membantu soal materi debat tersebut.

Oleh kerena itu, KPK akan tetap membahas bersama-sama dan ikut menyarankan rekomendasi-rekomendasi materi yang akan dibahas nantinya karena substansinya penting soal isu korupsi.

Febri menyatakan jika tidak hadir sama sekali dan tidak ikut membahas substansi maka lembaganya khawatir ada informasi-informasi penting yang dimiliki oleh KPK tidak tersampaikan atau tidak dibahas.

Sebagai contoh, soal kasus-kasus yang pernah ditangani KPK terutama sektor strategis, yaitu Sumber Daya Alam (SDA) dan penerimaan negara. Selain itu, juga kajian-kajian yang pernah dilakukan oleh KPK.

KPU pun pada akhirnya menetapkan lima orang sebagai panelis dalam debat pertama tersebut, yaitu Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, Ahli Hukum Tata Negera Margarito Kamis, dan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.

Sebelumnya, KPU mencoret mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo dari daftar panelis.


Poin Penting

Terdapat 10 poin yang dipandang KPK perlu dibahas dan diharapkan dapat menjadi perhatian kita semua, khususnya para calon Presiden atau Wakil Presiden RI.

Pertama, memperkuat landasan hukum pemberantasan korupsi ke depan melalui perubahan UU Tindak Pidana Korupsi. 

Hal itu juga perlu dilakukan sesuai standar internasional sebagaimana United Nations Convention against Corruption (UNCAC) yang telah disahkan melalui UU Nomor 7 Tahun 2006.

Kedua, strategi pemberantasan korupsi dan fenomena korupsi pada sektor penegakan hukum, termasuk perhatian terhadap reformasi secara serius terhadap instansi penegak hukum;

Ketiga, maraknya korupsi perizinan, khususnya perizinan Sumber Daya Alam seperti tambang, hutan, perkebunan, dan perikanan dengan segala dampak yang sangat merugikan masyarakat dan lingkungan.

Keempat, bagaimana strategi untuk melakukan penyelamatan pendapatan negara, dari perpajakan-bea cukai, royalti tambang, hutan, kebun, dan perikanan.

Kelima, fenomena korupsi pada pengadaan infrastuktur besar dan pengadaan barang-jasa pemerintah.

Keenam, korupsi yang berhubungan dengan subsidi dan bantuan sosial, korupsi untuk pengisian jabatan promisi-mutasi di kementerian/lembaga dan Pemda.

Ketujuh, perbaikan sistem penggajian yang rasional dan tunggal untuk seluruh penyelenggara negara dan pegawai negeri. 

Kedelapan, pengaturan tentang pembatasan transaksi tunai.

Kesembilan, dukungan secara institusional terhadap KPK untuk memperkuat kantor regional KPK.

Terakhir, rasionalisasi kelembagaan pemerintah yang tumpang tindih.

Menurut Febri, jika 10 poin tersebut dibahas dan menjadi fokus bersama para pimpinan bangsa ini, tentu saja hadir atau tidak hadirnya KPK dalam debat kandidat tersebut tidak akan mengurangi substansi yang ingin dicapai.

KPK pun mengharapkan semua pihak bisa mendukung proses penyelenggaraan Pemilu 2019 nanti agar negeri ini bisa mendapatkan pemimpin yang sebaik-baiknya berdasarkan keinginan rakyat yang memilih. 

"Dan yang paling utama bagi kami adalah harapan agar Presiden, Wakil Presiden, anggota DPR, DPRD, dan DPRD yang terpilih menyadari bersama tentang pentingnya upaya pemberantasan korupsi untuk mewujudkan kesejahteraan yang adil di Indonesia," ujar Febri.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019