Kami tidak melihat Federal Reserve akan menaikkan suku bunga tahun ini
Singapura (ANTARA News) - Kurs dolar melayang di dekat tertinggi dua minggu terhadap mata uang utama lainnya pada Selasa pagi, karena perlambatan ekonomi China ke posisi terendah 28-tahun, menghidupkan kembali kekhawatiran investor atas pertumbuhan global dan mendukung mata uang safe-haven.

Semalam, Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan global 2019 dan 2020, mengutip perlambatan yang lebih besar dari yang diperkirakan di China dan Zona Euro, dan mengatakan kegagalan menyelesaikan ketegangan perdagangan dapat semakin mengganggu kestabilan ekonomi global.

Ketakutan itu muncul pada Senin (21/1) ketika data menunjukkan ekonomi China tumbuh pada laju paling lambat sejak 1990 selama tahun lalu, sebuah tanda yang tidak menyenangkan untuk 2019. Pendinginan pertumbuhan di ekonomi terbesar kedua di dunia itu, telah memperlemah keuntungan bagi perusahaan-perusahaan mulai dari Apple Inc hingga pembuat-pembuat mobil besar.

Baca juga: PBB sebut sejumlah risiko, pertumbuhan ekonomi global tetap 3,0 persen,

Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatannya terhadap sekelompok enam mata uang utama, relatif stabil di 96,33, bertahan dekat tertinggi dua minggu di 96,43 yang dicapai pada Senin (21/2).

Yen Jepang, mata uang safe-haven lainnya, stabil terhadap dolar AS, diambil di 109,64 yen pada awal perdagangan.

Secara keseluruhan, dolar AS juga menghadapi tekanan tidak langsung dari momentum pelambatan ekonomi global yang telah memaksa Federal Reserve AS (Fed) untuk mengambil pendekatan hati-hati terhadap kenaikan suku bunga lebih lanjut. Spekulasi tersebar luas bahwa The Fed akan segera menghentikan siklus pengetatannya.

"Kami tidak melihat Federal Reserve akan menaikkan suku bunga tahun ini yang akan menyebabkan pelemahan pada dolar AS. Kami juga berpikir dolar AS overbought dan dinilai terlalu tinggi pada metrik fundamental," kata Ahli Strategi Pasar Senior di Pasar BNZ, Jason Wong.

Sterling adalah mata uang lain yang menghadapi ketidakpastian yang semakin tinggi karena Inggris bersiap untuk meninggalkan Uni Eropa pada 29 Maret, tanpa ada tanda-tanda perjanjian permanen untuk mengamankan masa depan ekonomi Inggris dengan Uni Eropa.

Kesepakatan Brexit (Perdana Menteri) May ditolak mentah-mentah oleh parlemen minggu lalu dan pada Senin (21/1) ia mengajukan proposal untuk mengatasi kebuntuan dengan mencari konsesi lebih lanjut dari Uni Eropa mengenai rencana untuk mencegah pemeriksaan pabean di perbatasan Irlandia.

"Dengan tenggat waktu yang semakin dekat dan apa yang tampaknya menjadi kebuntuan nyata antara berbagai pihak yang terlibat, prospek `tidak ada kesepakatan` Brexit tampaknya menjadi lebih mungkin," kata Chief Operating Officer di Rakuten Securities, Nick Twidale, dalam sebuah catatan. Sterling bertahan stabil di 1,2888 dolar AS.

Di tempat lain, euro datar di 1,1367 dolar AS. Mata uang tunggal kemungkinan akan tetap di bawah tekanan karena pertumbuhan kekuatan ekonomi Eropa seperti Jerman dan Prancis merana, serta inflasi tetap lemah. Bank Sentral Eropa (ECB) diperkirakan akan mempertahankan mode akomodatif untuk tahun ini.

Dolar Australia sedikit lebih rendah pada 0,7157 dolar AS, setelah bertahan di hadapan angka pertumbuhan yang lemah dari mitra dagang terbesarnya, China.

Baca juga: Dolar sedikit melemah, investor khawatir perlambatan ekonomi global

Baca juga: Harga minyak naik tipis, pengurangan produksi OPEC dipantau

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019