Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya menyatakan tidak dapat menerima permohonan pengujian UU 20/2003 (UU Sisdiknas) dan UU 12/2012 (UU Dikti).

"Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman di Gedung MK Jakarta, Kamis.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, pemohon dianggap tidak jelas dalam mendalilkan kerugian hak konstitusionalnya terutama terkait dengan kedudukan hukumnya.

"Keadaan demikian telah menjadikan uraian Pemohon dalam menjelaskan kedudukan hukumnya menjadi kabur sehingga Mahkamah berpendapat Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan tersebut.

Sebelumnya Sabela Gayo yang merupakan Ketua Umum Asosiasi Pengacara Pengadaan Indonesia (APPI) selaku pemohon, meminta agar penyelenggaraan pendidikan profesi menjadi kewenangan absolut asosiasi profesi.

Pemohon menilai aturan mengenai pendidikan profesi sebagaimana diatur di dalam UU a quo telah membatasi ruang gerak APPI.

Namun Mahkamah tetap memeriksa pokok permohonan pemohon terkait dengan sanksi pidana.

Mahkamah berpendapat bahwa norma UU Sisdiknas tersebut mengatur tentang ketentuan pidana bagi pelaku pelanggaran tertentu dalam UU Sisdiknas.

"Dicantumkannya ketentuan pidana tersebut untuk menjamin penaatan terhadap norma tertentu dalam UU Sisdiknas yang pelanggaran terhadapnya diancam dengan pidana dimaksud," jelas Palguna.

Pencantuman ancaman sanksi pidana dinilai penting oleh Mahkamah untuk menjaga kewibawaan ilmu pengetahuan dan profesi tertentu.

"Tak hanya itu, pencantuman tersebut penting untuk melindungi masyarakat agar tidak menjadi korban dari penyelenggara pendidikan yang tidak berwenang, yang justru melahirkan orang-orang yang tidak kapabel yang lebih mengedepankan pencantuman gelar tertentu," tambah Palguna.
 

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019