Jakarta (ANTARA) - Soal sampah telah menjadi masalah nasional, yakni banyak kota-kota besar mengalami darurat sampah, karena timbunan sampahnya terus meningkat dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan gaya hidup. Tempat penimbunan akhir sampah yang ada juga terancam penuh, sedangkan penambahan lahan untuk tempat pemrosesan akhir yang baru semakin sulit diperoleh.

Sementara itu, upaya pengurangan sampah dari sumbernya serta pengelolaan sampah yang meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan dan pemrosesan akhir, belum mampu menyelesaikan permasalahan sampah yang ada. Untuk itu, diperlukan solusi penanganan sampah secara cepat, signifikan dan ramah lingkungan. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan teknologi termal dalam membangun pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).

PLTSa Bantargebang di Bekasi, Jawa Barat, menjadi cikal bakal untuk kemandirian bangsa dalam mengembangkan PLTSa untuk pengolahan sampah di berbagai daerah di Indonesia.

PLTSa Bantargebang merupakan yang pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi termal yang sudah teruji. Ini membuktikan keberhasilan bangsa yang mampu sendiri membangun teknologi yang berguna untuk kemaslahatan bangsa.

Inovasi teknologi PLTSa dalam pengelolaan sampah khususnya di perkotaan merupakan wujud nyata peran Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam rangka mendukung pencapaian target pembangunan berkelanjutan, yang mencakup upaya mendorong terciptanya kondisi dengan kesehatan yang baik dan kesejahteraan, pemanfaatan inovasi dan infrastruktur serta keberlanjutan kota dan komunitas.

PLTSa Bantargebang menggunakan 65 persen komponen dalam negeri, dan untuk pengembangan yang akan datang didorong untuk penggunaan sepenuhnya komponen dalam negeri.

PLTSa yang dapat mengolah 100 ton sampah per hari itu mampu menghasilkan energi listrik 700 kilowatt per jam, dan infrastruktur ini dapat dibangun di kota-kota atau daerah lain di Indonesia untuk bisa mengelola sampah secara ramah lingkungan.

Sampah memang harus diolah dan tidak dibiarkan menumpuk atau terbuang sembarangan karena dapat mencemari lingkungan dan akan berdampak buruk bagi keberlanjutan kehidupan di muka bumi jika dibiarkan begitu saja.


Teknologi PLTSa

Pembangunan berkelanjutan yang bertumpu pada tiga pilar atau dimensi, yaitu dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup, dapat didukung dengan penguatan peran teknologi. Melalui peran teknologi, terciptalah pengelolaan sampah yang tidak hanya mengurangi sampah tapi juga dapat menghasilkan energi listrik yang dapat dikonsumsi untuk keperluan sehari-hari.

Proyek percontohan PLTSa dipilih menggunakan teknologi termal dengan tipe insinerasi menggunakan tungku jenis "reciprocating grate". Teknologi tersebut dipilih karena merupakan teknologi yang sudah teruji, banyak dipakai untuk menghasilkan energi dengan memanfaatkan sampah di dunia, ramah lingkungan karena dilengkapi dengan alat pengendali polusi, ekonomis, dan dapat digunakan untuk kondisi sampah di Indonesia, serta mempunyai potensi penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang tinggi.

"Jadi konsep kita itu adalah 'waste to energy', dari sampah bisa hasilkan energi listrik. Sampah yang diolah dalam PLTSa ini adalah sampah dari sumber yang sudah yang sudah tidak termanfaatkan lagi," kata Kepala BPPT Hammam Riza dalam acara peresmian PLTSa Bantargebang di Bekasi, Jawa Barat, Senin (25/3).

Pembangunan proyek percontohan PLTSa itu berlangsung dalam waktu cepat yakni satu tahun, sejak groundbreaking pada 21 Maret 2018 sampai peresmian pada 25 Maret 2019. PLTSa Bantargebang itu diresmikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir.

PLTSa terdiri dari empat peralatan utama yaitu "bunker" sebagai penampung sampah yang dilengkapi platform, "grab crane" dan ruang bakar sistem reciprocating grate yang dirancang untuk dapat membakar sampah dengan suhu di atas 850 derajat Celcius sehingga pembentukan dioxin dan furan dapat diminimalisir.

Panas yang terbawa pada gas buang hasil pembakaran sampah, digunakan untuk mengkonversi air dalam "boiler" (ketel) menjadi uap untuk memutar turbin yang akan menghasilkan tenaga listrik.

Unit PLTSa juga dilengkapi dengan unit Pengendali Pencemaran Udara untuk membersihkan bahan berbahaya yang terbawa dalam gas buang, sehingga gas buang yang keluar memenuhi baku mutu yang ditetapkan.

Proyek percontohan PLTSa ini juga dilengkapi dengan unit "pre-treatment", untuk memilah sampah tertentu yang tidak diijinkan masuk PLTSa, seperti logam, kaca, batu, limbah bahan berbahaya dan beracun serta sampah-sampah yang berukuran besar.

"Ini dapat dijadikan tempat untuk melaksanakan penelitian pengembangan dan juga seluruh aspek riset, inovasi dan teknologi dengan mengedepankan tingkat komponen dalam negeri," tuturnya.

PLTSa Bantargebang termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2017 tentang Proyek Infrastruktur Strategis Nasional.

BPPT bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam membangun proyek percontohan PLTSa Merah-Putih di lokasi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang ini, melalui nota kesepahaman yang telah ditandatangani oleh Kepala BPPT dan Gubernur DKI Jakarta pada 20 Desember 2017.


Pengurangan dan penanganan sampah

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati menuturkan penanganan dan pengurangan sampah harus berjalan beriringan untuk mengatasi masalah timbulan-timbulan sampah yang ada.

"Dua-duanya harus dilakukan baik penanganan maupun pengurangan sampah. Kalau pengurangan itu kan kita mengurangi 'lifetime'-nya (masa beroperasi) TPA (tempat pemrosesan akhir) juga, sementara PLTSa bisa membakar banyak sampah tapi kan bagusnya juga pengurangan, kemudian pemilahan, pemilahan itu juga penting supaya sirkular ekonomi berjalan," ujarnya.

Untuk mewujudkan Indonesia bersih dari sampah pada 2025, maka harus dilakukan percepatan penanganan sampah dari hulu sampai ke hilir termasuk pemanfaatan teknologi dan perubahan perilaku terhadap produksi dan pengelolaan sampah.

Dengan keberhasilan operasi PLTSa Bantargebang buatan dalam negeri, diharapkan semakin membuka pola pikir dan ruang untuk berbagai pemanfaatan teknologi dalam pendekatan pengolahan sampah.

"PLTSa ini juga bisa untuk daerah-daerah, kota-kota yang kecil yang menghasilkan timbulan sampah yang tidak sebesar Jakarta atau kota-kota metropolitan," tuturnya.

Ke depan, pihaknya akan mencoba untuk mendata kota-kota yang memungkinkan untuk dibangun PLTSa yang mampu mengelola 100 ton sampah itu.

"Kami coba kerja sama dengan BPPT untuk bisa mengembangkan itu (PLTSa) di tempat-tempat lain," tuturnya.

PLTSa dapat menjadi solusi penanganan sampah di daerah yang sangat sulit mencari lahan untuk tempat pemrosesan akhir (TPA) seperti daerah gambut dan pasang surut. Hal itu dikarenakan beberapa daerah memang sudah mengalami darurat sampah apalagi daerah yang lahan TPA-nya terbatas seperti Jakarta dan Kabupaten Bekasi.

Sekitar 7.000-an ton sampah diangkut oleh sekitar 1.200 truk sampah setiap harinya dari Jakarta ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat.

Sementara, diperkirakan sampah akan terus meningkat sebanyak 400 ton sampah setiap tahun.

"Artinya sudah saatnya kita harus memikirkan bagaimana kita harus mengakhiri proses 'sanitary landfill' di Bantargebang," kata Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yusmada Faisal.

Dengan luas TPST Bantargebang yang tidak akan mengalami penambahan lahan ditambah perkiraan pertambahan sampah 400 ton per tahun, maka diperkirakan pada 2021, TPST Bantargebang tidak mampu menampung sampah lagi dan saat itu ibukota negara Jakarta akan mengalami darurat sampah yang sangat serius.

Untuk itu, pemerintah provinsi Jakarta tidak tinggal diam sehingga Gubernur DKI Jakarta telah menetapkan tiga kegiatan strategis, yakni pengurangan sampah dari sumbernya atau penerapan pengelolaan sampah dari hulu, pembangunan Intermediate Treatment Facility yang dimulai Desember 2018 di Sunter yang mampu mengolah 2.200 ton sampah per hari dan diperkirakan mulai beroperasi pada 2021, optimalisasi PLTSa Bantargebang agar sampah-sampah bisa dikurangi dan dikelola dengan baik.

"Pengelolaan sampah sangat penting dan harus menjadi perhatian kita bersama," ujarnya.

Dia berharap seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat, dunia usaha, permukiman dan kawasan komersial mampu mengelola sampah secara mandiri.

Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019