Tanya penyidik saja, semuanya sudah kami jelaskan kepada penyidik ya, ucap Gunawan
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi lima saksi terkait perbuatan tersangka Sofyan Basir (SFB) dalam proses perjanjian pembangunan PLTU Riau-1.

KPK pada Kamis memeriksa lima saksi dalam penyidikan kasus korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 dengan tersangka Sofyan Basir yang merupakan Direktur Utama PT PLN nonaktif.

"Penyidik mengonfirmasi pengetahuan saksi terkait perbuatan yang dilakukan oleh tersangka SFB dalam proses menuju perjanjian PLTU Riau-1, di antaranya terkait proses sirkulasi 'Power Purchase Agreement' (PPA)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.

Lima saksi itu, yakni Direktur Operasi PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) Dwi Hartono, Direktur Utama PT PJBI Gunawan Yudi Hariyanto, Plt Direktur Operasional PT PLN Batubara Djoko Martono, Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Iwan Agung Firstantara, dan Kepala Divisi Independen Power Producer (IPP) PT PLN Muhammad Ahsin Sidqi.

Usai diperiksa, Dirut PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Iwan Agung Firstantara tidak mengetahui soal adanya "fee" terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

"Sama sekali tidak ada, kami tidak tahu," ucap Iwan usai diperiksa.

Sementara itu, Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) Gunawan Yudi Hariyanto enggan menjelaskan lebih lanjut saat dikonfirmasi seputar pemeriksaannya kali ini.

"Tanya penyidik saja, semuanya sudah kami jelaskan kepada penyidik ya," ucap Gunawan usai diperiksa.

KPK pada Selasa (23/4) telah menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo.

Dalam kronologi kasus tersebut, Johannes Kotjo mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dangan PT PLN untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer" (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).

Diduga, telah terjadi beberapa kali penemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan Basir, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo membahas proyek PLTU.

Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), dalam pertemuan tersebut diduga Sofyan telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek di Riau (PLTU Riau-1) karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.

Kemudian, PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Johannes Kotjo meminta anak buahnya untuk siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka.

Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.

Sampai dengan Juni 2018, diduga terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo serta pihak lain di sejumlah tempat seperti hotel, restoran, kantor PLN, dan rumah Sofyan.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019