Palu (ANTARA) - Fasilitas umum dan keagamaan seperti masjid di lokasi pengungsian korban gempa dan likuifaksi di Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, kekurangan air untuk kegiatan ibadah di masjid, utamanya pada bulan Ramadhan ini.

"iya, air yang kurang, karena itu harus antre panjang saat berwudu," ujar salah satu korban gempa dan likuifaksi Petobo, Fajar, Rabu.

Pantauan di lapangan, hanya ada satu barang persediaan air atau tandon air, sebagai tempat penampungan air yang berfungsi mengaliri air ke lima kran untuk digunakan berwudu.

Kondisi ini juga dibenarkan oleh Abdul Naim bahwa, air menjadi hal yang mendasar dan sangat penting untuk disediakan di masjid-masjid atau rumah ibadah yang ada di lokasi pengungsian korban gempa dan likuifaksi di Petobo.

Pada lokasi pengungsian korban likuifaksi Petobo, kurang lebih dua masjid yang digunakan untuk pelaksanaan Salat Tarawih dan Witir dari sekian banyak masjid/musala non-permanen yang terbangun.

Terdapat satu masjid permanen yang dibangun di lokasi pengungsian, saat ini telah digunakan untuk pelaksanaan Salat Tarawih dan Witir serta ibadah lainnya, sekali pun kondisinya belum rampung 100 persen.

Karena itu, hampir keseluruhan umat Islam di lokasi pengungsian menuju ke masjid yang terletak di sebelah barat hunian sementara korban likuifaksi itu.

Antusian masyarakat yang begitu tinggi dan jumlah jemaah yang banyak, sehingga ketersediaan sarana penunjang seperti tempat wudu dan air bersih perlu ditambah dan diperhatikan oleh pemerintah.

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) RI Perwakilan Sulawesi Tengah Dedi Askary menyatakan pemerintah daerah segera antisipasi kekurangan air di titik-titk pengungsian.

Menurutnya, Pemerintah Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala harus segera mengambil tindakan nyata terkait keterbatasan air di titik-titik pengungsian, baik yang ada di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Kab. Donggala.

Memasuki hari keempat Ramadhan 1440 Hijriah yang menjadi keluhan masyarakat pengungsi di tiga daerah tersebut adalah ketidakcukupan pasokan air bersih, khususnya di rumah-rumah ibadah seperti masjid.

"Mestinya apa yang dikeluhkan masyarakat di beberapa titik pengungsian di Kota Palu, Sigi, dan Donggala tidak perlu terjadi jika pemerintah dan pemerintah daerah punya visi penanggulangan bencana yang baik, setidak-tidaknya berperspektif pencegahan, di beberapa daerah pemerintahnya telah berupaya melakukan hal itu, seperti Kabupaten Sigi," ujar Dedi Askary.

Ia mengingatkan bahwa menjalankan ibadah berdasarkan keyakinan dan kepercayaan kita masing-masing (termasuk Tarawih dan jalankan salat lima waktu bagi yang beragama Islam), serta menyediakan sarana dan prasarana untuk beribadah khususnya di lokasi-lokasi pengungsian menjadi tanggung jawab negara.
Sejumlah warga berziarah di pemakaman massal korban bencana gempa, tsunami dan likuifaksi di Kelurahan Poboya, Kota Palu. Ziarah makan merupakan salah satu tradisi menyambut Ramadhan. (Antarafoto/Mohammad Hamzah)

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019