Desa Mengwitani mampu menghasilkan panen dengan hasil rata-rata sekitar 45 ton per tahun.
Badung, Bali (ANTARA) - Memiliki luas wilayah 439,04 hektare atau 4,39 kilometer persegi, Desa Mengwitani yang berada di wilayah Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, memiliki potensi yang berbeda dengan wilayah desa lain di Kabupaten Badung, khususnya di wilayah Badung Selatan.

Jika sejumlah desa lain di Badung seperti di wilayah Kuta, Kutuh, Seminyak dan Legian memiliki potensi pariwisata yang sangat bagus dengan hamparan alam dan pantai, Desa Mengwitani hingga saat ini belum memiliki destinasi wisata apapun yang menjadi ikon unggulan dan dikenal wisatawan domestik maupun mancanegara.

Ini membuat desa tersebut lebih berfokus untuk mengembangkan sektor-sektor lain, khususnya sektor pertanian.

Dari luas wilayah tersebut, 230,34 hektare terdiri dari luasan tanah kering, 58,32 hektare luasan fasilitas umum seperti jalan umum, terminal, pasar, pertokoan dan lapangan olahraga dan 150,38 hektare digunakan sebagai sawah irigasi teknis.

Dari luasan lahan persawahan itu, sebagian besar digunakan untuk lahan pertanian komoditas padi dengan luas 135 hektare, kacang panjang 5,5 hektare, kangkung 1,5 hektare, sawi 2 hektare, cabe 4 hektare dan jagung seluas 2 hektare.

Dari sektor pertanian, pada tahun 2018 tercatat sebanyak 393 orang merupakan pemilik usaha tani atau petani dan 117  buruh tani.

Sekretaris Desa Mengwitani, I Made Muriana menjelaskan, sebagian besar masyarakat di Desa Mengwitani tersebut memiliki mata pencaharian di sektor pertanian, yakni sekitar 70 persennya.

Namun meskipun saat ini mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani, namun menurutnya saat ini generasi muda setempat memiliki minat yang cukup rendah untuk meneruskan profesi sebagai petani.

Mereka lebih banyak memilih bekerja di sektor swasta khususnya pariwisata seperti perhotelan dan jasa penyedia pariwisata lainnya.

Untuk menarik minat warga khususnya para generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian, desa yang pada tahun 2018 tercatat dihuni oleh 6.858 penduduk tersebut memiliki sejumlah program inovasi desa untuk menarik minat warga seperti melakukan perbaikan secara intens di titik-titik jalan usaha tani.

Sekitar tiga tahun terakhir pihaknya, ujar Made Muriana, sudah rutin melakukan inovasi berupa betonisasi  jalan usaha tani untuk memudahkan akses para petani seperti saat menuju sawah dan mengangkut hasil pertanian.

"Selain itu dinas terkait juga sudah rutin memberikan bantuan pupuk dan bibit yang didistribusikan melalui sejumlah kelompok tani yang ada di wilayah desa kami," ujar dia.

Ia mengatakan, desa tersebut juga terus melakukan berbagai upaya untuk melawan 'gempuran' alih fungsi lahan yang terjadi sejak sekitar 10 tahun terakhir.
​​​​​​
Salah satu upaya yang dilakukan adalah melarang sejumlah titik persawahan untuk dilakukan alih fungsi lahan.

Pihaknya, urai dia, memiliki wilayah-wilayah yang sama sekali tidak boleh disentuh dan dialihkan fungsinya seperti salah satunya di kawasan persawahan Subak Beringkit yang berada di dekat jalan besar sehingga sebenarnya sulit menghindari alih fungsi lahan.

Namun, melalui kelompok subak setempat yang membuat aturan tidak boleh ada bangunan dan alih fungsi lahan di wilayah tersebut berdampak hingga saat ini tidak ada alih fungsi lahan.

"Kami di pemerintahan desa tidak memiliki aturan untuk melarang sehingga yang kami bisa lakukan hanya mengimbau masyarakat untuk tetap mempertahankan lahan pertaniannya," katanya.

Upaya mempertahankan lahan pertanian, menurut pemerintahan desa setempat perlu dilakukan karena Desa Mengwitani merupakan salah satu desa penghasil padi di wilayah Kabupaten Badung yang mampu menghasilkan panen sebanyak tiga kali dalam setahun dengan hasil rata-rata sekitar 45 ton per tahun.
 
Sekretaris Desa Mengwitani, I Made Muriana. (ANTARA/Naufal Fikri Yusuf)


Baca juga: Dana desa ubah wajah Desa Purworejo


Potensi Pariwisata

Meski Desa Mengwitani tak memiliki destinasi pariwisata unggulan, desa tersebut sebenarnya juga memiliki potensi pariwisata di sektor agrowisata seluas 2,5 hektare, namun tingkat pemanfaatannya masih tergolong pasif.

Made Muriana menjelaskan, selain agrowisata itu, pihak Desa Mengwitani sebenarnya sudah beberapa kali melakukan upaya untuk mengoptimalkan sektor pariwisata, misalnya mengembangkan potensi wisata arung jeram.

"Namun kondisi alam di wilayah kami tidak memungkinkan untuk wisata arung jeram.  Wilayah kami memiliki sungai namun arus airnya terlalu tenang dan memiliki banyak bebatuan. Menurut kami itu sulit jika akan dikembangkan sebagai destinasi pariwisata arung jeram," katanya.

Jika dibandingkan dengan desa tetangga seperti Desa Mengwi, Desa Mengwitani juga tidak memiliki peninggalan sejarah ataupun bangunan yang dapat diunggulkan sebagai daya tarik pariwisata.

"Desa Mengwi memiliki daya tarik pariwisata berupa kawasan Pura Taman Ayun yang setiap harinya sangat ramai dikunjungi oleh wisatawan domestik dan mancanegara. Itu yang tidak kami miliki," katanya.

Pihaknya, lanjut dia, pernah memiliki rencana untuk bekerja sama dengan operator pariwisata mengembangkan landasan terjun payung yang bertempat di lahan kosong di wilayah kami.

Namun masih belum berlanjut sehingga masih tetap mengunggulkan sektor pertanian.

Baca juga: Gunung Sari bertransformasi jadi desa mandiri berprestasi


Anggaran Desa

Untuk mendukung berbagai program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di wilayah Desa Mengwitani, pada 2019 dialokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) mencapai Rp17,9 miliar lebih.

APBDes tersebut bersumber di antaranya dari Dana Desa sebesar Rp1.044.729.000, Alokasi Dana Desa Rp1.013.795.869, Penerimaan Bagi Hasil Pajak Rp13,1 miliar lebih, Bantuan Keuangan Khusus Rp600 juta, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) Rp2,08 miliar lebih, Pendapatan Asli Desa Rp50 juta dan Pendapatan Lain-Lain Rp2 juta.

Dari APBDes Mengwitani tersebut, dibagi ke sejumlah pengeluaran belanja desa masing-masing yaitu, sebesar 24 persen atau Rp4,27 miliar dimanfaatkan untuk penyelenggaraan pemerintahan desa, 31 persen atau Rp5,58 miliar untuk pelaksanaan pembangunan desa, 37 persen yakni sebesar Rp6,72 miliar lebih untuk pembinaan masyarakat desa, di bidang pemberdayaan masyarakat sebesar 7 persen atau berkisar Rp1,22 miliar dan sisanya untuk keperluan tak terduga sebesar Rp113 juta atau sebesar 1 persen.

Terkait alokasi dana tersebut, Made Muriana mengatakan, sebenarnya pihak desa secara umum telah mengimbau masyarakat untuk mengarahkan usulan-usulan penggunaaan anggaran pada kegiatan pemberdayaan masyarakat.

Namun, menurutnya setiap tahun tetap saja usulan untuk pembangunan fisik selalu menjadi usulan yang lebih banyak muncul.

"Kami berharap setelah 2019 ini, karena sebelumnya telah banyak melaksanakan pembangunan fisik, kami ingin mengarah ke sektor pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa. Contohnya membantu masyarakat dalam bentuk bantuan ekonomi produktif karena di sini banyak pengusaha kecil di sejumlah sektor usaha seperti pedagang kelontong serta perajin. Bantuan bisa berupa pelatihan, peralatan kerja dan bantuan modal yang akan bersumber dari dana dari APBDes," katanya.

Ia menambahkan, usulan masyarakat terkait pemberdayaan masyarakat sebenarnya hampir pasti disetujui. Sebelumnya, pihak desa juga telah membuat dua kelompok ternak babi yang diberikan modal, bantuan kandang, bibit dan biaya pakan selama beberapa bulan awal yang saat ini terus dipantau pemerintahan desa dan sudah mulai menunjukkan hasil.

Baca juga: Kota Bani meningkatkan kesejahteraan warga dengan dana desa


Pemberdayaan masyarakat

Sebagai upaya memberdayakan masyarakat desa, Pemerintah Desa Mengwitani memiliki sejumlah program untuk mendorong masyarakatnya. Salah satunya dengan menggelar berbagai pelatihan.

Pihak desa telah beberapa kali menggelar sejumlah pelatihan seperti pelatihan tenaga spa, pelatihan pembuatan kerajinan uang kepeng. Khusus untuk kerajinan uang kepeng, Made Muriana menjelaskan, desa tersebut sebenarnya memiliki potensi sebagai salah satu desa sentra kerajinan uang kepeng di Bali.

"Kami memiliki perajin uang kepeng yang hasil kerajinannya sudah dipasarkan ke berbagai wilayah di dalam dan luar negeri. Itu sebenarnya sangat berpotensi karena uang kepeng yang terbuat dari kepingan plat besi kalau di Bali sangat dibutuhkan oleh masyarakat terkait dengan sarana ritual keagamaan umat Hindu," katanya.

Namun, meskipun berbagai pelatihan keterampilan telah digelar selama ini sangat antusias diikuti oleh masyarakat, ia mengakui masih belum berhasil memberdayakan warga seperti yang diharapkan, karena keterampilan juga membutuhkan ketekunan.

Namun pihaknya akan terus berusaha untuk menggelar berbagai keterampilan dalam rangka meningkatkan kapasitas warga agar memiliki kemampuan meningkatkan kesejahteraan, termasuk pelatihan terkait pertanian. 


Baca juga: Dana desa buka akses Gampong Kajhu

 

Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019