Berbagai kendala yang ada dapat membuat industri ini tidak dapat tumbuh sebagaimana mestinya sehingga harus dibahas tuntas
Badung (ANTARA) - Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) di Badung, Bali, membahas berbagai permasalahan yang menghambat daya saing industri mebel dan kerajinan nasional.

"Kami disini membahas berbagai permasalahan dan solusi yang harus dilakukan. Berbagai kendala yang ada dapat membuat industri ini tidak dapat tumbuh sebagaimana mestinya sehingga harus dibahas tuntas," ujar Ketua Umum HIMKI, Soenoto, di Badung, Kamis.

Ia mengatakan permasalahan tersebut salah satunya adalah Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) yang diberlakukan pemerintah dianggap kontraproduktif dan membuat industri kebel dan kerajinan Indonesia kurang berkembang.

"Hal itu membuat harga bahan baku bagi industri kayu tidak kompetitif jika dibanding pesaing kami seperti Malaysia dan Vietnam karena untuk mengurus SVLK dan beberapa izin pendukungnya membutuhkan biaya yang besar," katanya.

Untuk itu, menurutnya HIMKI telah meminta agar pemerintah menghapus pemberlakuan SVLK untuk industri mebel dan kerajinan karena berdampak pada tidak maksimalnya kinerja ekspor nasional mengingat rumit dan mahalnya pengurusan dokumen tersebut," ujar Soenoto.

Permasalahan lainnya, masih adanya pihak-pihak yang menginginkan dibukanya ekspor log atau kayu gelondongan dengan berbagai alasan seperti ekspor bahan baku dianggap lebih praktis dan menguntungkan jika dibandingkan dengan ekspor barang jadi berupa mebel dan kerajinan.

"Ekspor kayu bulat akan menguntungkan sebagian kecil pelaku usaha di bidang kehutanan tetapi banyak pelaku usaha yang nilai ekspornya tinggi akan kekurangan bahan baku. Menurut kami, wacana ekspor log merupakan langkah mundur mengingat pemerintah telah menggalakkan hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah dan dampak berganda," ujar Soenoto.

Selain itu, beberapa masalah penting yang dibahas dalam Rapimnas itu seperti terkait upaya promosi, pemasaran dan penetrasi pasar sebagai langkah strategis untuk memperkenalkan produk ke pasar global sekaligus membangun citra positif produk Indonesia di mancanegara.

Sementara itu, Sekjen HIMKI Abdul Sobur mengatakan Rapimnas tersebut bertujuan untuk mengembangkan dan menguatkan industri mebel dan kerajinan nasional.

"Hal itu meliputi keberlangsungan pasokan bahan baku dan penunjang, desain dan inovasi produk, peningkatan kemampuan produksi, pengembangan sumber daya manusia, promosi dan pemasaran serta pengembangan kelembagaan," ujarnya.

Menurutnya, Rapimnas itu sangat penting dilaksanakan mengingat kondisi industri mebel dan kerajinan nasional merupakan bantalan ekonomi yang kuat dan menjadi salah satu solusi dalam penyerapan tenaga kerja.

Ia mengatakan HIMKI juga optimis industri tersebut akan terus mengalami pertumbuhan apabila potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki bisa dikelola dengan baik dan dapat menjadikan Indonesia sebagai pemimpin untuk industri mebel dan kerajinan di kawasan regional ASEAN.

"Dengan ketersediaan bahan baku hasil hutan yang melimpah serta sumber daya manusia yang terampil dalam jumlah besar, industri ini mestinya dapat menjadi industri yang tangguh," katanya.

Baca juga: Perdagangan industri furnitur dan kerajinan surplus
Baca juga: Kemenperin kembangkan teknologi disain industri mebel
Baca juga: Pengusaha mebel optimistis capai target ekspor 5 miliar dolar AS

Pewarta: Naufal Fikri Yusuf
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019