Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta bisa dihancurkan oleh penguasa pada 1996, tapi kesatuan antara PDI dengan rakyat tidak bisa dihancurkan.

"Peristiwa kekerasan pada 27 Juli 1996 mempertontonkan bagaimana kekuasaan otoriter mencoba menghilangkan aspek kehidupan PDI. Kantor DPP PDI diserang dan berusaha dihancurkan," kata Hasto Kristiyanto, di Bandung, Sabtu, seperti dikutip melalui siaran persnya.

Hasto mengatakan hal itu di hadapan peserta Konferensi Daerah PDI Perjuangan Jawa Barat, sebagai refleksi peringatan Kerusuhan 27 Juli 1996 yang kemudian dikenal dengan sebutan Kudatuli.

"Karena kita selalu digerakkan oleh kekuatan yang maha dahsyat, yakni kesatuan PDI dengan rakyat, sebagaimana yang diungkapkan Bung Karno. Jadi, meskipun secara fisik kantor partai hancur, tetapi semangat jiwa raga kita tidak pernah hilang," kata Hasto.
Baca juga: Hasto sebut Kudatuli rekayasa politik Orba bungkam demokrasi

Pada peringatan Hari Kudatuli ini, Hasto menegaskan bahwa PDI Perjuangan mengucap syukur atas dinamika naik-turunnya semua manajemen kepartaian. "Tuhan yang Maha Esa tetap memberkahi perjuangan PDI Perjuangan bersama rakyat, sehingga menjadi pemenang Pemilu 2019," katanya.

Menurut Hasto, pada Pemilu 2019 PDI Perjuangan kembali dipercaya oleh rakyat sebagai pemenang pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden. "Inilah tanggung jawab masa depan bahwa kekuasaan itu untuk kepentingan rakyat," ujar Hasto menegaskan.

Peristiwa 27 Juli 1996 adalah peristiwa pengambilalihan secara paksa kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro No. 58 Jakarta Pusat yang saat itu dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri. Penyerbuan kantor PDI dilakukan oleh massa pendukung Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan) serta dibantu oleh aparat.

Peristiwa ini kemudian meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, terutama di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat.

 

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019