Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu-RI) merekomendasikan agar kewenangan Komisi Aparatur Sipil Negara atau KASN diperluas hingga tingkat wilayah supaya penerapan sanksi administratif pelanggaran netralitas ASN dalam Pemilu berjalan efektif.

"Maka rekomendasi kami dari sisi regulasi bagaimana pengaturan sanksi administratif kalau bisa dalam satu kewenangan, bisa di KASN, jadi KASN yang bertindak," kata Ketua Bawaslu RI, Abhan usai mengisi dialog publik bertajuk 'Refleksi Pemilu 2019 : Netralitas ASN dan Kualitas Demokrasi Prosedural" di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Selasa.

KASN berwenang menetapkan dan merekomendasikan sanksi kepada ASN yang melanggar, tetapi yang menjalankan adalah Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) karena pelanggaran banyak dilakukan di daerah. Sementara itu, pelanggaran netralitas ASN terjadi di daerah setiap Pilkada dan Pemilu, sementara sanksi yang diberikan dinilai lemah untuk memberikan efek jera kepada abdi negara tersebut.

Bawaslu maupun KASN juga menemukan adanya PPK yang tidak menjalankan rekomendasi pemberian sanksi administratif tersebut, bahkan ditemukan kasus ketika ada ASN yang kedapatan melakukan pelanggaran lalu mendapat hukum pidana, setelah bebas direkomendasikan oleh kepala daerahnya naik jabatan.

Abhan mengatakan terkait pelanggaran netralitas ASN ini perlu diformulasikan mengenai sanksi administrasinya, karena sanksi pidana sudah jelas ada di UU Pemilu maupun UU Pilkada.

"Soal pemberian sanksi dari PPK perlu segera ada formulasi sejauh mana yang paling efektif menjatuhkan sanksi tersebut," katanya.

Karena faktanya, lanjut Abhan, ketika KASN menjatuhkan sanksi dan memberikan kewenangan kepada PPK sebagian besar tidak ditindaklanjuti jadi pemberian sanksi menjadi tidak efektif karena pejabat PPK itu adalah pejabat publik di daerah tersebut.

Abhan menyebutkan, PPK menjadi vokal poin untuk memperketat netralitas ASN, tapi jika lembaga tersebut sulit menjalankan sanksi yang sudah direkomendasikan oleh KASN maka kewenangan KASN dapat diperluas di daerah agar sanksi bisa dijalankan.

Bawaslu mencatat selama ada 634 laporan pelanggaran netralitas ASN, sebanyak 396 belum ditindaklanjuti, 12 sudah proses dan 114 sudah putus. Yang belum ditindaklanjuti adalah kewenangan oleh PPK.

Bawaslu juga melihat adanya potensi pelanggaran netralitas ASN pada Pilkada Serentak 2020 karena banyaknya petahana yang maju dalam pemilihan tersebut, dan sebaran wilayah pemilihan yang mencapai 270 kabupaten/kota di 32 provinsi.

Sementara itu, Komisioner Pokja Pengkajian dan Pengembangan Sistem KASN, Nuraida Mokhsen mengatakan beberapa kendala yang dihadapi pihaknya dalam mencegah pelanggaran netralitas ASN ini selain sulit mendapatkan bukti, minim orang yang melapor dan yang utama biasanya PPK tidak mau melakukan eksekusi.

"Kami sudah kasih peringatan mereka tidak juga melaksanakan, KASN kesulitan juga karena tidak punya kewenangan yang cukup untuk eksekusi pelanggaran," kata Nuraida.

Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan organisasi masyarakat sipil PATTIRO dan KPPOD di empat kota yakni Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya menemukan sedikitnya 89 kasus pelanggaran netralitas ASN. Kasus pelanggaran itu ditemukan selama periode Maret hingga Mei 2019.

Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyatakan fungsi ASN adalah ujung tombak pelayanan publik dan sebagai perekat, pemersatu bangsa. Oleh karena itu ASN dituntut untuk bersikap netral dalam menjalankan pekerjaan maupun kehidupan sehari-hari.

Sikap netral juga harus dipertahankan oleh ASN dalam ranah politik. Hal ini tegas diatur dalam UU ASN, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019