Jambi (ANTARA Jambi) - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Jambi Arif Munandar menyesalkan penangkapan para pejuang hak petani di Jambi oleh aparat kepolisian setempat belum lama ini.

"Walhi menilai ini sebuah kasus kriminalisasi terhadap petani masih saja terus terjadi di daerah ini. Kondisi ini berimplikasi pada perjuangan kaum tani terhadap hak ulayat atas tanah yang di rampas pengusaha," ujarnya di Jambi, Selasa.

Arif mencontohkan, konflik lahan antara masyarakat adat Suku Anak Dalam (SAD) 113 di Kabupaten Batanghari dengan PT Asiatic Persada yang diklaim telah mencaplok pemukiman dan kawasan perkebunan milik warga SAD hampir seluas 4.000 hektare.

Akibat konflik tersebut, Walhi Jambi, sangat menyayangkan atas penangkapan dan penahanan aktivis Serikat Petani Nasional (SPN) Wilayah Jambi, Mawardi (29) oleh Polda Jambi sejak 27 April lalu.

Aparat Polda Jambi melakukan penangkapan petani dan aktivis STN sekaligus menetapkan sebagai tersangka terhadap pendamping perjuangan masyarakat SAD 113 untuk menuntut pengembalian tanah ulayat akibat konflik dengan PT Asiatik Persada.

Aparat menjerat Mawardi dengan pasal 362 KUHP Jo pasal 55 (1) Ke-1 Jo pasal 56 KUHP, dengan tudingan Mawardi diduga keras telah melakukan tindakan pencurian, dan atau orang yang melakukan atau yang menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan itu.

Mawardi juga sempat ditahan selama dua malam dan sempat ditangguhkan penahanannya sejak Minggu (29/4).

"Cara ini bentuk pelanggaran konstitusi terhadap apa yang menjadi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap sengketa lahan di sektor perkebunan antara perusahaan dan masyarakat adat lokal," katanya.

Ia mengatakan, berdasarkan putusan MK Nomor 55/PUU-VII/2010, tentang pembatalan salah satu pasal dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004, yakni Pasal 21 jo pasal 47, setiap orang dilarang melakukan pengamanan usaha kerusakan kebun dan atau aset lainnya.

Kemudian MK juga berpendapat bahwa keberadaan ancaman pidana di Pasal 47 Undang Undang Perkebunan amatlah berlebihan. Konflik yang timbul merupakan sengketa keperdataan yang seharusnya diselesaikan secara keperdataan dengan mengutamakan musyawarah sebagaimana dimaksud oleh Undang-Undang Nomor 51/Prp/1960 maupun ketentuan-ketentuan lain sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 51/Prp/1960, tidak diselesaikan secara pidana.

Terkait hal itu, Walhi Jambi menyatakan menuntut pembebasan Mawardi, aktivis SPN dengan tanpa syarat, karena ancaman pidana dalam sengketa perkebunan telah dibatalkan melalui putusan MK yang seharusnya dipatuhi semua pihak termasuk Polda Jambi.

Selanjutnya, menuntut pengembalian hak atas tanah ulayat masyarakat adat Suku Anak Dalam 113 yang telah dirampas oleh PT Asiatik Persada.

Kemudian, menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap perjuangan masyarakat terhadap hak ulayat.

Atas penahan Mawardi itu, para petani dan warga SAD melakukan aksi menginap di halaman Polda Jambi dan hari ini melanjutkan aksi unjuk rasa di depan kantor Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, dengan tuntutan supaya konflik lahan tersebut segera terselesaikan.

Juru bicara Polda Jambi AKBP Almansyah mengakui pihaknya menangkap dan menahan tersangka dan sudah ditangguhkan penahannya.

Menurut dia, penangkapan dan penahanan tersebut sudah sesuai dengan prosedur, karena sudah lebih dari dua kali dipanggil untuk dimintai keterangan, tapi tidak diindahkan.

"Berdasarkan prosedur hukum sudah sepantasnya dijemput dengan paksa," katanya.(T.KR-BS)

Pewarta:

Editor : Nurul


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2012