Belitung Timur (ANTARA Jambi) - Belitung bukanlah penghasil kopi, namun masyarakatnya terkenal sebagai pecinta kopi.

Warung kopi ada dimana-mana, apalagi di kecamatan Manggar, Belitung Timur.

Tak salah memang bila Manggar dijuluki kota 1001 warung kopi. Sekitar enam puluh warung kopi dapat ditemui di sana.

Nyaris seluruh warung kopi berisi pengunjung yang mayoritas adalah bapak-bapak yang sudah asyik menyeruput kopi seharga Rp3.000-Rp5.000 sambil mengobrol, merokok, membaca koran, mengemil jajanan atau bermain catur. Jika ada kaum hawa, biasanya wisatawan asing atau lokal.

Ada warung yang buka dari pagi sampai sore, ada pula yang hanya buka pagi saja, atau sore saja. Salah satu warung kopi yang sudah berdiri puluhan tahun adalah Warung Kopi Atet.

Pemiliknya, Atet, mengambil alih warung yang dulu dikelola mertuanya.

"Dulu berdiri sejak 1949. Saya generasi kedua."

Atet yang warungnya juara kontes warung kopi teramai tahun lalu mengatakan kopi yang dia suguhkan berasal dari Lampung.

Biji kopi robusta Lampung itu digiling di warungnya. Bubuk kopi dimasukkan dalam saringan panjang menjuntai seperti kaos kaki. Saringan itu pun diaduk-aduk lalu digodok dalam teko berisi air mendidih di atas api kompor yang menyala.

Kopi baru siap dihidangkan setelah buih-buih dalam teko menghitam serta aroma kopi makin menguat.

"Makin lama digodok aromanya makin keluar, tapi di sini pengunjungnya banyak, kalau tidak cepat-cepat dihidangkan nanti pada banyak yang tunggu."

Kopi dikucurkan ke gelas-gelas dari teko yang dituang melewati saringan panjang menjuntai mirip kaos kaki agar ampas tidak masuk ke dalam gelas.

Atet tidak takut tersaingi meski ada puluhan warung kopi lain yang letaknya berdekatan.

"Tiap warung punya langganan masing-masing."

Dia mengatakan, dalam sehari warungnya bisa menyajikan hingga 480 gelas kopi dan menghabiskan dua kilogram bubuk kopi, serta dua bungkus teh tarik.

"Omzet sehari bisa Rp2 juta," katanya.

Di warung kopi Atet, pengunjungnya beragam. Dari yang berpakaian kasual hingga berseragan polisi. Semuanya berbaur tanpa ada jarak, disatukan oleh tradisi minum kopi.

Meski warungnya sudah ada berpuluh tahun lalu, warkop Atet sudah direnovasi dan tampak modern dengan lantai keramik, dinding tembok, dan kompor gas.

Tampilannya jauh berbeda dengan warung kopi Anui yang mempertahankan gaya warung kopi zaman dulu. Di warkop Anui, bapak-bapak duduk bangku kayu memanjang di bawah warung bertenda berlatar dinding yang sudah mengelupas.

Gaya meracik kopinya pun tidak berubah sejak didirikan pada 1982, yaitu menggunakan arang.

Menurut Anen, pemilik warkop Anui, aroma kopi berbeda bila dimasak dengan arang. Atet juga dulu menggunakan arang, namun beberapa tahun terakhir dia menggantinya menjadi kompor gas karena keterbatasan arang.

Yang pasti, baik itu kopi yang dimasak di kompor gas ataupun arang, prinsip di Belitung adalah "walau sudah dibuatkan kopi di rumah, tetap harus minum di luar." (ant)

Pewarta:

Editor : Nurul


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2012