![pinterest](https://pinterest.com/pin/create/button/?url=https://jambi.antaranews.com/berita/301516/lipi-jokowi-nyapres-golput-rendah&media=https://img.antaranews.com/cache/1200x800/no-image.jpg&description=LIPI: Jokowi "Nyapres" golput rendah){kind=link}
Bengkulu (ANTARA Jambi) - Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Prof Ikrar Nusa Bhakti mengatakan angka golongan putih atau golput akan rendah jiwa Jokowi maju sebagai calon presiden pada Pemilu 2014.
"Kalau Jokowi 'nyapres', dipastikan angka golput akan rendah," katanya saat menjadi pemateri dalam dialog politik bertema "Pemilu 2014 dan Konsolidasi Demokrasi Indonesia" yang digelar LIPI di aula serbaguna Pemprov Bengkulu, Jumat.
Ikrar mengatakan kecenderungan perilaku politik masyarakat Indonesia pada 2014 adalah memilih calon pemimpin baru yang mampu membawa perubahan.
Tingginya golput di beberapa daerah menurutnya akibat asumsi masyarakat bahwa calon pemimpin yang akan dipilih tidak akan memberikan perubahan signifikan bagi kehidupan mereka.
"Tapi dengan munculnya figur baru seperti Jokowi menjadi harapan baru bagi masyarakat Indonesia dan golput akan menurun," tambahnya.
Sebelum figur Jokowi muncul ke publik, Prabowo Subianto menjadi salah satu calon presiden yang diperhitungkan pada Pemilu 2014.
Namun, setelah Jokowi maju sebagai calon gubernur Jakarta dan saat ini digadang-gadang akan maju pada Pilpres 2014, dari sejumlah survei menunjukkan elektabilitas Jokowi melampaui tokoh lainnya.
"Asumsi bahwa pemimpin Indonesia akan kembali dari kalangan tentara terpatahkan dengan kemunculan sosok Jokowi," katanya.
Ikrar mengatakan kepastian Jokowi sebagai calon presiden dari PDIP akan turut mempengaruhi angka golput pada 2014.
Data KPU bahwa pada 1999 partisipasi pemilih mencapai 93,33 persen, pada Pemilu 2014 turun menjadi 84,9 persen dan pada Pemilu 2009 turun lagi menjadi 70,99 persen. Pada Pemilu 2014, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) memprediksi partisipasi pemilih hanya 60 persen.
Peneliti LIPI Syamsudin Haris yang juga menjadi pemateri dalam dialog itu mengatakan persoalan data pemilih juga menjadi masalah dalam penyimpulan angka golput.
Ia mencontohkan pada Pilkada Sumatra Utara, perbedaan data pemilih dari data Kementerian Dalam Negeri dengan KPU mencapai 300 ribu. "Angka ini turut menyumbang tingginya angka golput," katanya.
Pada Pemilu 2014, menurutnya pendataan jumlah pemilih perlu diperjelas sebab rawan disalahgunakan oleh berbagai pihak.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2013
"Kalau Jokowi 'nyapres', dipastikan angka golput akan rendah," katanya saat menjadi pemateri dalam dialog politik bertema "Pemilu 2014 dan Konsolidasi Demokrasi Indonesia" yang digelar LIPI di aula serbaguna Pemprov Bengkulu, Jumat.
Ikrar mengatakan kecenderungan perilaku politik masyarakat Indonesia pada 2014 adalah memilih calon pemimpin baru yang mampu membawa perubahan.
Tingginya golput di beberapa daerah menurutnya akibat asumsi masyarakat bahwa calon pemimpin yang akan dipilih tidak akan memberikan perubahan signifikan bagi kehidupan mereka.
"Tapi dengan munculnya figur baru seperti Jokowi menjadi harapan baru bagi masyarakat Indonesia dan golput akan menurun," tambahnya.
Sebelum figur Jokowi muncul ke publik, Prabowo Subianto menjadi salah satu calon presiden yang diperhitungkan pada Pemilu 2014.
Namun, setelah Jokowi maju sebagai calon gubernur Jakarta dan saat ini digadang-gadang akan maju pada Pilpres 2014, dari sejumlah survei menunjukkan elektabilitas Jokowi melampaui tokoh lainnya.
"Asumsi bahwa pemimpin Indonesia akan kembali dari kalangan tentara terpatahkan dengan kemunculan sosok Jokowi," katanya.
Ikrar mengatakan kepastian Jokowi sebagai calon presiden dari PDIP akan turut mempengaruhi angka golput pada 2014.
Data KPU bahwa pada 1999 partisipasi pemilih mencapai 93,33 persen, pada Pemilu 2014 turun menjadi 84,9 persen dan pada Pemilu 2009 turun lagi menjadi 70,99 persen. Pada Pemilu 2014, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) memprediksi partisipasi pemilih hanya 60 persen.
Peneliti LIPI Syamsudin Haris yang juga menjadi pemateri dalam dialog itu mengatakan persoalan data pemilih juga menjadi masalah dalam penyimpulan angka golput.
Ia mencontohkan pada Pilkada Sumatra Utara, perbedaan data pemilih dari data Kementerian Dalam Negeri dengan KPU mencapai 300 ribu. "Angka ini turut menyumbang tingginya angka golput," katanya.
Pada Pemilu 2014, menurutnya pendataan jumlah pemilih perlu diperjelas sebab rawan disalahgunakan oleh berbagai pihak.(Ant)
Editor : Edy Supriyadi
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2013