Jakarta (ANTARA Jambi) - Kasus penjualan organ ginjal terkuak dari pengakuan seorang tahanan Polres Garut, Jawa Barat, berinisial HLL yang juga merupakan korban donor ginjal.

"HLL korban pertama. Dia kemudian kami cek di rumah sakit, ternyata benar (pernah donor ginjal). Dia akhirnya kami jadikan whistle blower kasus ini," kata Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Umar Surya Fana di Mabes Polri, Jakarta, Rabu.

Kata Umar, HLL sebelum dipenjara, bekerja sebagai sopir angkutan kota.

Lalu dia ditawari untuk donor ginjal. "Dia (HLL) cuma dapat Rp70 juta untuk ginjal yang didonorkannya," katanya.

Tapi, kemudian HLL jatuh sakit dan membutuhkan uang untuk perawatan sehingga ia terpaksa mencuri dan akhirnya ditangkap polisi.

"Dia kemudian sakit, diduga karena ginjalnya cuma satu. Akhirnya dia mencuri karena butuh uang buat treatment," katanya.

HLL merupakan satu dari tujuh korban sindikat penjualan organ ginjal yang baru-baru ini dibongkar Bareskrim Polri. Sementara enam korban lainnya yakni IS, AK, SU, JJ, DS dan SN.

Umar mengatakan bahwa para korban tersebut umumnya berasal dari kalangan menengah ke bawah.

Bareskrim Polri mengungkap sindikat penjualan organ ginjal dan menangkap tiga tersangka kasus tersebut.

"Tersangkanya HS, AG dan DD," kata Umar.

HS ditangkap polisi di Jakarta. Sementara AG dan DD diringkus di Bandung, Jawa Barat.

Dalam kasus ini, HS berperan sebagai penghubung ke rumah sakit. "AG dan DD berperan merekrut pendonor (korban)," katanya.

Umar menjelaskan, HS menginstruksikan AG dan DD untuk mencari korban pendonor ginjal.

Ia mengatakan, dalam kasus ini, penerima ginjal dikenakan biaya Rp225 juta - Rp300 juta untuk pembelian satu ginjal dengan uang muka sebesar Rp10 juta - Rp15 juta.

"Sisa pembayaran dilakukan setelah operasi transplantasi dilakukan," katanya.

Biaya tersebut, menurutnya, tidak termasuk biaya operasi transplantasi yang harus ditanggung oleh penerima ginjal.

Dalam kasus ini, HS menerima keuntungan Rp100 juta - Rp110 juta.

Sementara AG mendapat bayaran Rp5 juta - Rp7,5 juta setiap mendapatkan pendonor. Sedangkan DD mendapatkan upah Rp10 juta - Rp15 juta.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 64 Ayat 3 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang isinya "Organ dan atau Jaringan Tubuh Dilarang Diperjualbelikan dengan Dalih Apapun".

Pewarta: Anita Permata Dewi

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016