Jambi, 30/9 (Antara) - Keberadaan spesies burung di Indonesia berangsur terancam punah, penyebabnya adalah pengrusakan habitat mulai dari perburuan satwa dan perambahan hutan serta pembalakan liar yang mengakibatkan sempitnya ruang gerak satwa.

Namun di Jambi masih ada hutan yang menjadi rumah bagi burung untuk mereka mencari kehidupan yang tenang dan baik dalam beradaptasi dan berpopulasi.

Adalah "Hutan Harapan", salah satu hutan dataran rendah yang masih terisisa di Pulau Sumatera. Hutan tersebut berada di dua Provinsi. Yakni Jambi dan Sumatera Selatan.

Di hutan tersebut tercatat 305 spesies burung menetap di sana. Namun sembilan jenis burung langkah terancam punah yang berstatus genting, salah satunya Bangau Strom. Sedangkan delapan jenis lainnya berstatus rentan dan 66 spesies mendekati terancam punah.

Hutan dataran rendah dengan luas sekitar 98.555 hektare ini merupakan habitat tumbuhan dan satwa liar yang tak tergantikan bila hilang selamanya. Khusus di Jambi hutan masuk wilayah Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari.

Ketua Dewan Burung Indonesia Prof Ani Mardiastuti mengatakan, kawasan "Hutan Harapan" merupakan hutan hujan tropis dataran rendah yang sudah tidak ada lagi di Sumatera karena hutan lainnya sudah habis menjadi lahan pertanian.

"Hutan dataran rendah sudah susah sekali, padahal ini habibat spesies burung yang sesungguhnya. Kalau taman nasional itu rata-rata berada di daerah gunung," kata Ani di "Hutan Harapan" wilayah Batanghari, Rabu (28/9).

Ani yang saat itu mendampingi kunjungan Duta Besar Denmark Casper Klynge dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya ke "Hutan Harapan" menyebutkan bahwa ratusan spesies burung ada di "Hutan Harapan" dan menetap, tapi bukan menjadi wilayah burung migran. Namun diperkirakan banyak burung di sekitar wilayah Jambi dan Sumsel menggungsi ke "Hutan Harapan".

Burung yang hidup dan menetap di hutan yang dikelola PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki) itu kata Ani banyak jenis burung langka seperti rangkong.

Sebanyak 305 spesies burung itu 72 persen jenis burung dataran Sumatera dan selebihnya jenis burung Sumatera. Sementara jenis rangkong juga ada beberapa jenis.

"Saya mengatakan ini habitat burung yang hidup di hutan hujan tropis dataran rendah karena di tempat lain sudah habis. Mungkin spesies di "Hutan Harapan" banyak dari normal, karena burung-burung di sekitar menggungsi karena habitat semula mereka sudah menjadi lahan pertanian," katanya menjelaskan.

Di "Hutan Harapan" masih banyak praktek perburuan satwa terutama burung, menaggapi itu Ani tidak menapik dan berupaya mengehentikannya secara perlahan.

"Kami juga sudah menentukan burung yang prioritas itu jenisnya seperti apa, tetap kami pantau. Ada program monitoring secara berkala untuk memastika burung-burung itu akan bertambah," kata Ani.

Selain burung, di "Hutan Harapan" juga tempat yang nyaman bagi satwa mamalia, reptil dan amphibi. Ada 64 mamalia tercatat hidup di "Hutan Harapan diantaranya lima jenis primata dan tujuh jenis kucing.

Jenis mamalia ini termasuk jenis yang kritis yaitu harimau sumatera dan gajah sumatera. Sedangkan jenis satwa genting yakni anjing liar, trenggiling, surili, owa ungko, siamang dan tapir serta sepuluh jenis berstatus rentan. Satwa jenis mamalia terpantau melalui camera trap.

Reptil setidaknya ada 56 jenis, termasuk jenis kadal, kura-kura serta berbagai jenis ular. Begitu juga spesies amphibi yang tercatat sebanyak 38 jenis yang memiliki peran penting sebagai salah satu indikator kualitas lingkungan.

Advisor Kemitraan Masyarakat dan Sosial Hutan Harapan Manggara Silalahi, mengatakan "Hutan Harapan" adalah upaya untuk membangun pengelolaan hutan alam asri. Dimana tugas dari PT Reki sebagai pengelola konsesi yakni membangun model pengelolaan hutan berbasis ekosistem dan bukan berbasis komuditas tertentu.

Selain itu Reki membangun kerjasama pengelolaan kawasan hutan dengan kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP) dan membangun model penyelesaian konflik atau klaim lahan.

Konsep lain yakni membangun model pembiayaan pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan memberikan masukan terhadap perbaikan kerangka penilaian pengelolaan hutan lestrari untuk IUPHHK-RE berdasarkan pembelajaran selama lebih dari delapan tahun.

"Hutan Harapan adalah upaya mendukung pelestarian jenis-jenis satwa terancam punah. Seperti harimau, gajah, tapir dan burung-burung langkah seperti rangkong gading melalui program pelestarian habitat dan pelepasliaran," kata Manggara.

Dijelaskan Manggara, "Hutan Harapan" secara aktif melakukan berbagai kegiatan penelitian dan konservasi untuk mendukung pencapaian tujuan pengelolaan kawasan restorasi ekosistem melalui rehabilitasi dak konservasi hutan.

"Hutan Harapan" menjadi rumah bagi berbagai jenis satwa dan tumbuhan yang saat ini terancam punah. Hingga saat ini 446 jenis pohon teridentifikasi yang didominasi jenis meranti, medang dan balam. Beberapa jenis termasuk dilindungi, seperti jelutung, surian, bulian dan tembesu.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan Indonesia menargetkan restorasi ekosistem seluas 1,65 juta hektare hutan rusak pada tahun 2019.

"Pemerintah merasa penting untuk merestorasi hutan yang sudah rusak. Sebab itu kita terus menggali dan mengkaji regulasi ke depannya," katanya dalam kunjungan kerjanya di kawasan "Hutan Harapan" di Batanghari Provinsi Jambi, Rabu (28/9).

Hutan Harapan merupakan kawasan restorasi pertama kali di Indonesia yang dikelola PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki), sebab itu pihaknya terus menggali dari Reki, regulasi apa yang pas digunakan dan harus diselesaikan.

Menteri mengatakan Reki merupakan kawasan hutan restorasi yang unik yang belum tentu banyak di dunia. Konsep restorasi ekosistem yakni dengan memperbaiki hutan yang sudah rusak. Seperti kawasan "Hutan Harapan" yang dulunya bekas HPH salah satu perusahaan pemegang izin.

Sebab itu, Siti berharap kerja sama semua pihak dalam upaya restorasi dan pelestarian hutan yang juga menjadi rumah bagi satwa. Namun manajemen "Hutan Harapan" juga harus memberdayakan masyarakat adat sekitar kawasan.

Menteri menyebut izin restorasi yang akan dikeluarkan sebanyak 14 izin yakni di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Namun sedang dalam kajian kementerian.

Tantangan Pelestarian Hutan

Tantangan besar dalam menyelamatkan "Hutan Harapan" sebagai hutan dataran rendah kering tersisa adalah menghadapi ancaman pengrusakan habitat akibat kegiatan perambahan dan pembalakan liar, juga aktifitas perburuan satwa liar.

Kegiatan ini selain memicu konflik lahan juga berpengaruh terhadap penyempitan ruang gerak satwa liar, punahnya spesies kunci flora dan fauna dan menimbulkan konflik manusia dan satwa.

Advisor Kemitraan Masyarakat dan Sosial Hutan Harapan Manggara Silalahi mengatakan, untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif didasari penelitian serta analisis mendalam dari semua aspek, biak dibidang ilmu-ilmu biologi maupun sosial.

Izin konsesi restorasi ekosistem pertama kali diberikan kepada PT REki pada tahun 2008 sebagai bagian dari inisiatif bersama Burung Indonesia, Royal Society for the Protection of Bird (RSPB) dan BirdLife International.

Manggara juga mengatakan para petugas "Hutan Harapan" secara berkala melakukan kegiatan terhadap kegiatan ilegal seperti penebangan liar, perambahan dan perburuan satwa liar. Itu upaya pelestarian hutan sebagai habitat satwa.

Selain rumah bagi satwa Manggara mengatakan beberapa "Hutan Harapan" juga dimanfaatkan oleh sejumlah masyarakat suku anak dalam (SAD) Batin Sembilan untuk mencari makan.

Namun bertahun tahun menjalani hidup, para perambah hutan yang mayoritas berpindah pindah terus mengambil hasil hutan untuk dijual. Sedangkan para SAD Batin Sembilan tak mampu berbuat banyak, mereka pun hanya bisa pasrah melihat kondisi tersebut.

Manggara tak menampik bahwa sampai saat ini kasus perambahan di "Hutan Harapan" masih saja terjadi. Sekitar 20 persen dari total 98.555 hektare luas konsesi "Hutan Harapan" sudah dirusak.

Dalam kunjungan Duta Besar Denmark Casper Klynge di "Hutan Harapan" adalah kembali menjalin kerja sama dengan PT Reki dalam upaya pelestarian kawasan hutan dan restorasi.

Kesepakatan dukungan Denmark terhadap "Hutan Harapan" tersebut tertuang dalam penandatanganan perjanjian kerja sama dengan PT Reki yang disaksikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.

Duta Besar Denmark untuk Indonesia Casper Klynge usai penandatanganan tersebut, mengatakan total dana yang dibantu untuk "Hutan Harapan" sebesar Rp160 miliar.

"Kerja sama dimulai pada tahun 2012-2015 dengan total penyaluran dana Rp120 miliar. Dan kerja sama itu berlanjut ditahun 2016-2018 dengan nilai bantuan sebesar Rp40 miliar, sehingga totalnya mencapai Rp160 miliar" kata Casper.

Casper berharap kerja sama ini dapat berjalan lancar dan diharapkan dapat membantu masyarakat sekitar kawasan hutan. Namun pihaknya butuh bantuan semua pihak dalam menjaga hutan dataran rendah yang tersisa di Sumatera itu.

Casper mengatakan 1/5 "Hutan Harapan" sudah rusak. Diharapkan dengan adanya bantuan dana untuk pengelolaan dan restorasi, kerusakan hutan tidak terjadi lagi dan habitat satwa tetap terjaga.

Dubes Casper mengungkapkan, alasan memilih Jambi karena daerah ini memiliki hutan hujan tropis yang sangat unik dengan biodiversity (mahluk hidup yanng beragam) yang perlu dilindungi.

Menteri LHK Siti Nurbaya menyambut baik dukungan Denmark terhadap "Hutan Harapan" yang dikelola PT Reki sebagai kawasan restorasi itu.

"Hutan Harapan" Reki kata Siti merupakan kawasan yang unik dan belum banyak dimiliki di dunia. Sebab itu pemerintah terus mencari dan menetapkan regulasi yang paling baik ke depannya.

"Konsep restorasi eko sistem menjaga konservasi dan memperbaiki hutan rusak yang dulu bekas perusahaan pemegang izin. Saya berterima kasih dengan Denmark atas dukungan restorasi ini. Dan harapan saya juga sama dengan masyarakat sekitar kawasan "Hutan Harapan", dimana menginginkan hutan tetap lestari," kata Siti.

Warga suku anak dalam yang bermukim dalam kawasan "Hutan Harapan" Santika, mengatakan kehidupan warga masih tergantung dengan hutan, sebab itu dia dan warga lainnya menginginkan pemerintah turut serta menjaga dan melestarikan hutan yang juga menjadi rumah bagi satwa.

Sementara itu, Gubernur Jambi Zumi Zola berharap dukungan Denmark dalam pelestarian "Hutan Harapan" di wilayah itu tetap berkesinambungan.

Zola mengatakan, salah satu tujuan kunjungan Dubes Denmark ke Provinsi Jambi adalah untuk melihat pelestarian hutan yang difokuskan ke "Hutan Harapan", salah satu hutan dataran rendah yang masih tersisa di Sumatera.

"Pihak pemerintah Denmark memberikan perhatian besar, tinggal bagaimana agar mereka dapat melanjutkan kerja sama ini, karena untuk mendapatkan kepercayaan ini tidak mudah," kata Zola.

Dengan banyaknya dukungan semua pihak dalam melestarikan "Hutan Harapan", tentu ke depan mamalia, reptil dan amphibi semakin terlindungi dan nyaman berpopulasi di rumah mereka sendiri, serta burung-burung selalu riang bernyanyi dengan suara seindah tatanan flora yang tumbuh.(***)



Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Dodi Saputra


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016